About Claire

247 26 4
                                    

GRAY'S POV


"Rustwold?"

Kakek menghentikkan aktivitasnya sementara. Manik matanya berputar ke atas. "Kalau tidak salah, dia seorang gadis kota yang melepas kehidupan kotanya kan." 

"Hmm." 

"Dan setau kakek juga..." Nada suaranya mendadak jadi berbeda. "Dia adalah perempuan yang akhir-akhir ini membuat cucu kakek menjadi semangat bekerja, bukan begitu?"

TANG!

"Aduh!" 

Spontan aku menarik tanganku agar tidak terbakar api terlalu lama. Gara-gara ucapan asal si tua bangka ini, aku jadi melepaskan palu panas yang kupakai untuk membentuk besi hingga membuatnya terlempar ke arah bara api di dalam tungku. Bara api yang meningkat itupun menyentuh tanganku. 

Bukannya bersimpati atau apa melihat cucunya hampir kehilangan tangannya, si tua bangka itu malah meneriakiku.

***

CLAIRE'S POV

Entah sudah berapa kali aku berputar-putar di depan rumah Saibara ini.

Ya ampun. Mengapa rasanya berdebar sekali. Padahal aku kan hanya mau memberikan sandwich telur ini sebagai tanda terima kasih kepada tetanggaku itu karena sudah mengajariku banyak hal mengenai peralatan bertani.

Iya, motifku membuat sandwich ini untuk itu kok.

Bukan untuk bertemu Gray.

Sungguh.

Aku mengintip isi kotak anyam kecil yang kupeluk ini. Didalamnya terdapat 4 buah sandwich telur yang masih hangat. Aromanya seakan menunggu untuk disantap secepatnya, sebelum kehangatannya tersebut hilang.

"JANGAN KEMBALI SAMPAI KAU MENGAKUI KESALAHANMU!"

Setelah terdengar suara jeritan Saibara, tampak Gray berlari keluar dari balik pintu. Tubuhku terhempas dengan mudahnya ketika dia menabrakku. 

Gray sempat melirikku, namun dia sama sekali tidak menghentikkan langkahnya. Dia menarik ujung topinya sambil mempercepat langkahnya dari pekarangan Saibara ini. Hingga akhirnya aku hanya bisa melihat punggungnya yang semakin mengecil.

Mungkin, itu pertama kalinya aku melihat dia berekspresi seperti itu.

Marah? Depresi?

"Wah, kau tidak apa-apa?"

Aku menoleh. Tampak Saibara berdiri disebelahku. Kemudian dia membantuku berdiri.

"Itu...."

"Ya ampun dasar cucu bodoh." Saibara membersihkan belakang ujung kausku dengan gusar. "Bisa-bisanya dia berlari begitu saja setelah menabrak orang. Aku jadi tidak paham isi otaknya tersebut."  

"Anu, kek, itu..."

"Jangan dipikirkan." potong Saibara. Dia seolah sudah tau kalimat apa yang akan keluar dari mulutku. "Ini merupakan bagian dari latihannya. Agar dia bisa menjadi pandai besi yg sukses."

Bibirku terkunci setelah mendengarnya. Sepertinya, aku datang disaat yang salah.

"Apa itu untuk Gray?" Tunjuk Saibara ke arah keranjang yang kubawa.

"Ah bukan, ini untuk kalian berdua. Sebagai tanda terima kasih." Ucapku gelagapan.

Saibara tersenyum tipis. Dia membuka tutup keranjang itu dan mengambil satu sandwich.

"Sisanya berikan saja pada Gray." Kemudian dia melangkah masuk ke dalam rumahnya kembali. Membuatku kembali sendirian di depan rumahnya lagi.

.....

Say Something!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang