"No way. Beneran hasilnya ENFP?" Fidel merebut gawai yang digunakan Brianna untuk melakukan tes kepribadian Myers Briggs Type of Indicator (MBTI).
Mereka sedang makan siang, yang sedikit terlambat karena Brianna menyelesaikan laporan dan Fidel harus mengirimkan perjanjian kerjasama ke client. Keuntungannya adalah, kantin sudah lebih sepi jadi mereka bisa lebih bebas ngobrol tanpa harus teriak-teriak.
Fidel menatap Brianna lekat-lekat setelah dia meletakkan gawai. Senyum simpul tercetak di wajahnya. Masih tersenyum, gadis berambut keriting yang hari ini menyatok rambutnya sampai lurus, menyendok wafel.
"Kenapa sih?" tanya Brianna penasaran.
"ENFP. Extravert Intuitive Feeling Perceiving. Mereka pribadi sangat positif dan senang menebarkan keceriaan. Biasanya memiliki banyak ide. Berita buruknya, mereka punya kelemahan tidak bisa melakukan hal secara detail."
"Terus? Masalahnya apa?" Brianna mengambil gawainya dan membuka link yang barusan dibaca temannya.
"Lah, lo kan kerja jadi asisten trainer. Itu kan menuntut lo untuk detail pas kerja."
Brianna menepuk dahinya, menyadari perkataan Fidel. Hasil tes ini menguatkan kenapa dia sangat pelupa dan bagaimana energinya terkuras setelah melakukan persiapan training yang sangat detail.
"Gue harus apa dong, Del? Masa pindah bagian?" Wajah Brianna sangat memelas sampai Fidel menelan kembali tawa yang hampir tersembur.
"Jangan dong. Kasian kan Lexy kalau kehilangan bahan bully-an."
"Sial. Jadi gue ini berharga karena gampang di bully," kata Brianna sambil menusukkan garpu ke piring gado-gadonya. Mendadak selera makannya menghilang.
Selama sisa waktu makan siang mereka, pikirannya terus melayang-layang. Beban kerja memang terasa berat dan terkadang dia harus ekstra keras untuk fokus dalam persiapan training. Benar kata Fidel, pekerjaannya menuntut ketelitian tinggi. Apalagi dengan trainer macam Jay yang OCD itu.
"Udah, dong. Jangan ngelamun lagi. Lo pasti nemuin cara buat ngatasin kelemahan lo itu. Setiap manusia bisa berkembang, kok. Asal berusaha dengan keras." Kata-kata Fidel sedikit banyak menghibur Brianna. Sebelum mereka kembali ke meja masing-masing, Fidel memberikan saran pada Brianna.
Sore itu, Brianna menyelesaikan laporan hasil training dan memindahkan foto dari memory card ke harddisk. Setelah pekerjaannya selesai, gadis itu membuka browser dan mencari cara untuk mengatasi sifat pelupanya. Menuruti saran salah satu situs untuk membuat catatan agar tidak lupa, dia mulai sibuk menulis. Beberapa catatan diletakkan di meja, beberapa lagi ditempel di monitor.
Setelah selesai, dia menghela napas, menyenderkan punggungnya dan mulai melakukan stretching ringan. Sepertinya kantor terasa sepi. Sambil mengintip, Brianna memeriksa ruangan kerja. Tidak ada Lexy, mungkin itu sebabnya suasana terasa sepi dan damai. Pasti dia sedang meeting ke client untuk persiapan training Finance for Non Finance minggu depan.
Sebuah suara terdengar dari arah meja-meja trainer. Sejenak Brianna mengerutkan dahi merasa heran karena tim mereka belum ada trainer perempuan. Rasa penasaran mendorongnya untuk mendekati meja para trainer.
Sambil mengendap-endap, gadis berkacamata itu berjalan perlahan. Sepertinya suara cekikikan itu berasal dari meja Jay. Dia semakin penasaran, apalagi terdengar suara dalam Jay yang biasanya menjadi daya tarik selama training.
"Jadi makan malam besok?" Suara perempuan itu terdengar bertanya dengan nada manja.
"Aku nggak bisa. Hari minggu, kami akan berangkat ke Yogyakarta untuk pelatihan. Jadi besok adalah hari terakhir persiapan." Entah mengapa, sepertinya suara Jay terdengar kaku.
"Biarkan si Benna yang nyiapin semua. Buat apa punya asisten kalau nggak kerja?" Brianna membayangkan gadis itu mencibir saat bertanya dengan nada nyinyir.
Belum sempat jawaban Jay terdengar, sebuah tangan besar menepuk pundak Brianna, yang langsung terpekik kaget. Gadis itu memutar badan dan berhadapan dengan sepasang mata yang menatapnya dengan pandangan geli.
"Nguping ya?" tanya Lexy dengan nada menggoda dan siap mem-bully.
"Nggak, kok." Wajah Brianna terasa panas. Pasti sekarang warnanya sudah semerah kepiting rebus.
Suara Lexy menarik perhatian Jay dan si nyinyir sampai mereka keluar dari cubicle Jay. Sekarang Brianna mengenali siapa si perempuan nyinyir itu. Dia mengenalnya sebagai Bunga, dari tim marketing. Si Bunga di Tepi Jalan itu, menatapnya dengan rasa tidak suka yang terpancar begitu kuat.
"Oh, hai Jay. Mau bilang, untuk checklist besok, jam lima sore ya." Jay mengangguk dengan rasa heran.
"Cerdas juga lo keluar dari situasi seperti tadi," kata Lexy sambil nyengir senang saat mereka berjalan menuju meja kerja Brianna.
"Untung gue cerdas. Kalau nggak, lo sukses mempermalukan gue," kata Brianna dengan kesal sementara Lexy tertawa keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle Work Of Happiness (Completed)
ChickLit[Sudah diterbitkan oleh Penerbit Cerita Kata] Sadar salah jurusan kok pas wisuda? Usaha Brianna untuk mencari pekerjaan di luar bidang kuliahnya memang membuahkan hasil. Masalahnya, banyak sekali tantangan yang dia hadapi setelah nyebur ke pekerjaan...