Chapter 23: Curhat

2.5K 249 2
                                    

Gadis berambut panjang yang sedang menatap taman dari balik jendela itu memainkan kepangan rambutnya. Dia sedang menikmati semilir angin yang sejuk sambil berpikir. Beberapa kali dia menghela napas panjang.

Brianna sadar betul bahwa pikirannya sedang kacau. Dia butuh tempat bercerita, dia butuh orang untuk mencurahkan hati. Tadi malam, ketika Jay mengatakan hal-hal yang menyakitkan hatinya, dia langsung memutuskan untuk kabur. Setidaknya untuk meredakan perasaan marah dan sedih yang bercampur baur. Brianna segera menghubungi Pak Malviano untuk meminta izin perpanjang masa tinggalnya di yogyakarta.

"Hayo, anak gadis ngelamun aja." Sebuah suara mengagetkan Brianna yang langsung tersenyum ketika melihat Eyang datang sambil membawa piring berisi pisang goreng yang harum.

"Yang, pernah nggak sih, Eyang punya masalah?" tanya Brianna. Tangannya dengan tangkas mengambil sepotong pisang goreng.

"Ya, pernah dong. Namanya manusia kan pasti ada aja masalahnya. Biar otak kita nggak beku." Tawa Eyang Puteri, jarinya menjawil hidung Brianna yang juga terkekeh.

"Em ... Eyang kan tau aku kerja di Future With Us. Aku kan kerja di sana karena nggak mau jadi IT. Padahal aku kuliah di IT ya, hehe. Awalnya kupikir gampang. Cuma jadi asisten trainer. Ternyata banyak banget printilan-nya. Aku banyak banget bikin salah. Lupa bawa absensi, salah print, salah ini itu. Banyak banget deh pokoknya. Puncaknya kemarin aku ketinggalan pesawat, lupa nggak bawa kabel HDMI dan yang lebih parah, aku lupa perbanyak artikel yang dibutuhin buat training." Brianna mendongakkan wajahnya untuk mencegah air mata mengalir. Masih segar dalam ingatannya ucapan Jay.

"Kamu tuh bebal banget ya. Emang sih nggak pernah berbuat kesalahan yang sama, tapi kamu selalu bikin yang baru. Pusing saya sama kelakuan kamu. Mendingan kamu nggak usah jadi asisten saya deh. Nggak becus gitu kerjanya." Tatapan laki-laki itu terasa menusuk.

Eyang mengusal bahu Brianna perlahan, lalu mengembangkan tangannya. Gadis itu menyusup ke dalam pelukan hangat yang mendamaikan hati. Perlahan ketenangan itu hadir.

"Gimana cara Eyang biar kuat menghadapi masalah? Aku kapok deh kaya gini. " Aroma cendana memasuki indera penciumannya.

"Ada sedikit rahasia kecil yang Eyang punya." Senyum membayang di wajah tua yang kini menatapnya berseri.

"Eyang membuat buku mantra untuk kebahagiaan. Setiap ada masalah, Eyang akan melihat buku itu, memejamkan mata dan berharap bisa mengatasi masalah itu."

"Semacam kitab?" Mata Brianna terbelalak.

"Yah, bisa dibilang begitu." Eyang berdiri dan beranjak ke arah dapur. Sebelum tubuhnya menghilang, Eyang memutar balik ke arah Brianna dan berkata, "Kebahagiaan itu ndak datang sendiri, Nduk. Kita harus mengusahakan dan menjaga agar kebahagiaan itu tetap bersinar."

Sejenak Brianna meresapi kata-kata Eyang. Rasanya beban yang dibawanya berkurang. Sebuah ide melintas di pikirannya. Bergegas gadis itu mengambil gawai dan beberapa barang. Dia lalu berpamitan pada Eyang, masih ada barang yang perlu dibelinya. Entah kenapa dia malah teringat pada Lexy.

"Lo itu bagusnya punya pegangan. Biar nggak dikit-dikit lupa, dikit-dikit jatoh. Beli buku gih. Latihan biar seimbang. Gue kan kasian sama tempat sampah ini, saban kali ditabrak sama lo sampe muntah-muntah sampahnya. Balik ke sifat lo yang gampang lupa, lo nulis ulang deh coba. Kan kalau kita nulis, otak kita ngerekam. Siapa tau jadi lebih berkembang dikit ingatannya." Ucapan Lexy saat itu disambut dengan cubitan pada lemak pinggangnya yang berlebih. Siapa sangka, justru sekarang Brianna akan melakukan apa yang diusulkan Lexy

Miracle Work Of Happiness (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang