Chapter 3: Fidelia Gauri

5.1K 330 2
                                    

Ruang meeting ini berukuran sedang. Seperti ruangan lainnya di perusahaan ini, dindingnya bercat putih dengan lukisan dan tanaman hias di sudut. Dinding penyekat dengan ruangan besar terbuat dari kaca, begitu juga dengan pintu gesernya. Ada televisi besar di satu bagian dinding yang berfungsi sebagai layar untuk presentasi maupun untuk video conference.

Brianna, sebagai anak baru yang duduk di sudut, masih memperhatikan sekitarnya dengan minat. Dilihatnya Bunga, perempuan cantik-tapi-galak yang bertugas di resepsionis sedang mengobrol akrab dengan seorang trainer bernama Lexy. Kemudian masih ada satu dua orang yang belum dikenalnya, sedang mengobrol.

Fidel bilang, ini adalah meeting bulanan yang rutin dilakukan untuk berbagi informasi apa saja dengan seluruh tim. Brianna suka dengan konsep ini. Di perusahaan ini setiap jenis pekerjaan saling mengikat. Mereka adalah kesatuan tim dan kompak, setidaknya itulah yang terlihat di mata Brianna.

Gadis itu memperbaiki letak kacamata dengan jari ketika dilihatnya Fidel masuk ke dalam ruangan. Seperti biasa, Fidel terlihat percaya diri. Rambut keriting sebahunya berwarna pirang dan kacamata yang dipakai gadis itu berukuran besar. Hari itu, Fidel memakai blazer motif bunga-bunga di atas kemeja hitam dan celana pencil. Melihat motif bunga-bunga, Brianna jadi teringat bagaimana dia bertemu dengan Fidel.

***

Matahari bersinar dengan terik meskipun hari masih pagi. Berulang kali, Brianna mengusap keningnya yang berpeluh saat mengantri untuk masuk ke halte busway. Hari ini dia datang ke beberapa perusahaan untuk wawancara. Lamarannya ke Future With Us sudah dikirimkan beberapa minggu lalu, tapi belum ada panggilan. Berhubung Ibu begitu cerewet menyuruhnya mencari kerja, maka dia pun mengirimkan lamaran ke beberapa perusahaan lainnya.

Duh, kalau gini caranya aku bisa lepek sampai di tempat wawancara, keluh Brianna.

Busway ke arah ibukota di pagi hari, luar biasa padat. Apalagi busway yang berasal dari bus pengumpan. Setelah menyilakan seorang ibu tua untuk duduk, Brianna berdiri di sudut. Semakin lama, penumpang semakin banyak sementara gadis berkacamata itu memperhatikan sekitar dengan penuh minat. Dia memang senang memperhatikan keramaian. Posisinya sekarang bergeser ke tiang di pintu sebelah kiri.

Di halte berikutnya, seorang gadis yang bertubuh sedang dan juga berkacamata yang baru masuk, menarik perhatiannya. Gadis yang memakai rok motif bunga-bunga itu memiliki rambut ikal berantakan berwarna hitam dan dicat pirang. Sambil merenung, Brianna menyadari bahwa rasa percaya diri gadis itulah yang menarik perhatiannya.

Seorang pria setengah baya bergeser ke belakang gadis rambut ikal. Sejenak Brianna berpikir untuk apa pria itu bergeser, tepat ketika busway bergoyang ke arah depan seiring dengan rem yang berdecit. Rupanya sudah tiba di halte berikutnya lagi. Sejenak, perhatiannya teralih ke orang-orang yang baru masuk.

Setelah bus berjalan, Brianna kembali memperhatikan sekelilingnya. Matanya tiba-tiba menangkap gerakan tangan yang tidak wajar. Dia bergerak perlahan sambil mengucapkan maaf pada penumpang lainnya.

"Hei, apa yang tangan Bapak lakukan?" tanyanya lantang.

Sontak, bus itu senyap. Semua orang menolehkan kepalanya ke arah Brianna dan seorang pria paruh baya yang berdiri mematung. Tangan pria itu menempel di bagian pinggang gadis rambut ikal.

"Dasar hidung belang cabul. Nggak inget anak istri di rumah?" Ucapan Brianna memancing seorang petugas untuk memeriksa.

"Kenapa, Dek?" tanya petugas itu.

"Saya lihat orang ini menggerayangi gadis di depannya." Mata Brianna berapi-api. Dia memang benci dengan pelecehan yang merugikan wanita. Beberapa penumpang membenarkan ucapan Brianna. Petugas itu lalu mengamankan si Bapak cabul dan menyerahkannya ke petugas di halte berikutnya. Beberapa orang menyoraki Bapak cabul yang kini menunduk. Entah kenapa, Brianna juga kesal mendengarnya. Ketika kejadian, mereka tidak berbuat apa-apa tapi saat ada orang yang berani menegur, mereka ikut-ikutan seolah dengan menyoraki mereka telah berpartisipasi membantu si korban.

Gumaman orang-orang sekarang terdengar. Seseorang memberikan bangkunya untuk si rambut ikal yang terus menunduk. Brianna mendengus lagi, ketika seseorang dilecehkan, baru mereka memberikan bangku.

"Terima kasih." Suara itu terdengar.

"Bukan masalah. Kamu tidak apa-apa?" tanyanya melihat wajah gadis rambut ikal yang memerah. Gadis itu tersenyum lemah dan menggeleng.

Mereka turun di halte yang sama. Brianna sedang menyiapkan kartu untuk keluar dari halte, ketika terdengar suara dari belakangnya.

"Namaku Fidelia." Rupanya si rambut ikal berdiri di sampingnya sambil mengulurkan tangan.

"Brianna. Hei, lain kali kalau ada yang melecehkanmu di tempat umum, jangan takut ya. Teriak saja. Tarik perhatian orang lain."

"Aku jarang naik kendaraan umum, jadi tadi bingung mau berbuat apa. Terima kasih atas bantuanmu ya." Brianna membalas senyum Fidel.

Mereka berjalan bersama keluar dari halte sambil mengobrol. Perjalanan singkat itu sudah cukup membuat Brianna tahu kalau Fidel ternyata bekerja di Future With Us. Bagi gadis itu, tidak pernah ada kebetulan di dunia ini. Keinginannya bekerja di Future With Us didengar oleh semesta, yang kemudian menghadirkan jalan keluarnya melalui Fidel. Beberapa minggu setelah kejadian itu, Brianna resmi diterima dan bergabung dengan Future With Us.

Miracle Work Of Happiness (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang