Semburat merah di langit, menyeruak bersamaan dengan kicau burung-burung di halaman. Brianna merapatkan jaketnya. Dia melihat sinar matahari perlahan menyentuh atap-atap rumah, lalu hari baru pun tiba. Ibu-ibu di sekitar rumah Eyang, keluar dari rumah satu persatu. Beberapa menyapu halaman, yang lain berjalan menuju pasar. Anak-anak berlari-lari, entah bermain apa. Wajah mereka ceria dengan senyum lebar.
"Bee, Masya Allah, Nduk. Kamu ngapain di sana?" Suara Eyang terdengar panik.
Ke-khusyukan Brianna menikmati awal pagi, terhenti. Dia menatap Eyang yang tergopoh-gopoh menghampiri tempatnya berdiri. Sambil nyengir, gadis itu dengan tangkas mengulurkan tangannya meraih dahan terdekat lalu berayun dan turun.
"Kamu ini anak gadis, kenapa sukanya manjat pohon sih? Haduh ... kalau jatuh nanti gimana?" Eyang terus mengomel sementara Brianna hanya tersenyum.
Sejak kecil, gadis itu suka memanjat pohon atau bermain layangan di atap rumah. Hobi yang berkali-kali membuatnya diomeli Eyang karena dia paling suka memanjat pohon di halaman dengan berbagai maacam pohon rimbun. Di rumanya yang sekarang mana ada lagi pohon mangga atau rambutan dengan dahan besar-besar.
"Udah, Yang. Jangan ngomel-ngomel, nanti cepet tua," sahut Brianna sambil menggandeng Eyang.
"Ndredek aku, Nduk. Sampai lupa tadi mau ngomong apa. Oh iya, tadi temen kamu nelpon. Leci apa gitu. Cowok. Pacarmu, ya?" Goda Eyang sambil menyerahkan gawai dengan casing berwarna merah muda.
"Hah? Leci? Lexy kali, Yang. Itu temen kerjaku." Brianna tertawa membayangan wajah bulat Lexy yang memang seperti leci. Dia lalu menunu kamar dan mulai menelepon Lexy.
"Yes, akhirnya lo nelpon juga. Lo nggak apa-apa, Bee?" Lexy mengangkat teleponnya dalam satu deringg.
"Whoa, tumben banget deh lo nanya kabar gue. Tenang, gue masih idup. Kenapa, Lex?"
"Hei, kalem dong. Basa basi dulu, kek." Lexy menggurutu di ujung sana disambut tawa Brianna. Tanpa diketahui Brianna, diam-diam Lexy merasa bersyukur dia terdengar ceria.
"Bee, lo balik kan hari ini?"
"Iya, nanti sore gue balik."
"Hem ... infoin ya pesawat lo nyampe jam berapa. Biar gue jemput. Anyway, kalau lo mau cerita, just feel free. Gue mau kok jadi tempat curhat lo." Haru menyeruak di dada Brianna. Kata-kata tulus dari Lexy terdengar manis.
"Ahsiappp, Lex. Nanti gue kirim chat info jam ya. Lumayan, gue ngirit." Tabungan gadis itu memang terkuras setelah kejadian ketinggalan pesawat yang menyebabkan dia harus membeli tiket sendiri.
"Eh, lo punya video Padamu Negeri, kan? Gue minta dong."
"Ooh ... jadi lo baik, ada maunya nih?" sindir Brianna sementara Lexy tertawa.
"You know me so well, deh. Gue minta ya. Buat besok, nih."
"Ya udah, sebagai bayaran buat jemput gue nanti sore, nanti gue kirim."
"Yaelah, Neng, nggak level dibayar pake video lagu." Tawa mereka kembali pecah.
Mereka masih mengobrol beberapa saat sebelum gawai ditutup. Tidak sekalipun mereka berdua berbicara tentang Jay atau menyinggung masalah Brianna. Obrolan ringan yang diangkat Lexy membuat gadis itu merasa santai.
**
"Eyang, aku pamit ya," kat Brianna sambil mencium punggung tangan perempuan yang disayanginya itu.
Eyang Puteri melepas cucunya. Matanya yang tajam melihat bahwa suasana hati Brianna sudah lebih baik daripada saat dia baru datang. Keceriaan sudah menyala kembali di wajah gadis itu.
Brianna memasuki taksi online yang akan mengantarnya ke bandara. Dia menatap wajah bijak Eyang dan merasa bersyukur telah datang. Bagi orang lain, mungkin masalahnya adalah sepele. Tapi bagi gadis itu, masalah yang dihadapinya sangat besar. Dia memutuskan untuk berbuat sesuatu dan semua akan diawali besok pagi setelah dia menghadap Pak Melviano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle Work Of Happiness (Completed)
ChickLit[Sudah diterbitkan oleh Penerbit Cerita Kata] Sadar salah jurusan kok pas wisuda? Usaha Brianna untuk mencari pekerjaan di luar bidang kuliahnya memang membuahkan hasil. Masalahnya, banyak sekali tantangan yang dia hadapi setelah nyebur ke pekerjaan...