Masih jam empat pagi, tapi lobi hotel sudah penuh dengan peserta training. Kemarin, kelas dibubarkan tepat jam lima sore karena mereka harus jalan pagi-pagi sekali hari ini. Lokasi outbond yang cukup jauh di daerah Sukabumi, membuat mereka harus berjalan pagi-pagi sekali.
Bunga sedang mengecek logistik yang akan mereka bawa sementara Brianna mengurus sarapan para peserta yang dikemas dalam boks makanan. Setelah semua siap, mereka memilah mana yang akan ditaruh di bagasi atau di dalam dan memasukkannya ke bus.
Kemarin siang, Bunga panik karena ternyata dia belum mengirimkan konfirmasi penyewaan bus. Dia menelepon kesana-sini sementara Brianna harus membantu Jay di dalam kelas. Kembali membantu Jay bukan hal yang mudah. Sepanjang dia mendampingi saat games atau aktivitas lainnya, Brianna sangat cemas sampai dia merasa mual. Ada rasa ketakutan yang tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata, menghantuinya. Berulangkali dia menenangkan diri dan menahan untuk tidak gemetar. Untunglah menjelang sore, Bunga datang dengan wajah lesu dan berkata bahwa urusan bus sudah aman.
Brianna memasuki bus. Dia adalah orang terakhir yang masuk. Sisa tempat duduk hanya tinggal di bagian depan, maka dia duduk dengan nyaman. Setidaknya dia duduk sendiri. Sambil memejamkan mata, gadis itu berdoa semoga perjalanan dan acara berjalan dengan lancar. Tiba-tiba matanya terbuka ketika seseorang duduk di kursi sebelah.
"Semua kursi penuh atau penuh barang. Saya di sini ya?" Brianna terbelalak menatap Jay. Laki-laki mengenakan polo shirt yang dipadu dengan jeans. Sesuatu hal yang sangat jarang dilihatnya. Bukan hal jelek, sebaliknya pakaian itu semakin menonjolkan ketampanan Jay. Brianna menggelengkan kepala lalu berdiri.
"Kamu nggak perlu pindah kalau nggak mau duduk sama saya." Entah mengapa kata-kata Jay terdengar sedih.
"Kamu boleh duduk dimanapun kamu mau. Aku lupa memimpin doa." Brianna tersenyum.
Gadis berambut panjang itu mengabsen peserta serta meminta ketua kelas training untuk memimpin doa. Setelah itu, dia membagikan sarapan dan Bunga membagikan air mineral dari arah belakang.
Brianna sempat ragu untuk duduk di samping Jay. Pertama, dia merasa canggung dan kedua, dia merasakan aura permusuhan yang datang dari belakang bus tepatnya dari arah Bunga. Tapi, sambil mendesah dia menyadari kalau tadi dia sudah mengatakan bahwa Jay bebas duduk di mana saja. Pindah hanya akan membuatnya menegaskan garis permusuhan, maka dia duduk dengan terpaksa.
"Sorry," gumam Jay. Mata laki-laki itu melirik Brianna yang duduk dengan canggung.
"Untuk apa?" tanya Brianna sambil menoleh. Berada sedemikian dekat dengan Jay membuatnya baru menyadari bahwa mata laki-laki itu berwarna abu-abu.
"Sepertinya saya membuatmu ketakutan. Lagipula saya belum sempat minta maaf properly untuk kejadian di Yogyakarta. Saya tidak sadar kalau kejadian itu sangat menyakiti hatimu." Kalau saja Brianna tidak menahan diri, mulutnya pasti sudah ternganga lebar. Seorang Jay meminta maaf padanya. Dia mencubit tangannya sendiri, yang terasa sakit pertanda ini bukan mimpi.
"Aku memang merasa sakit hati. Tapi aku melihat kebenaran di dalamnya. Aku sadar bahwa pekerjaanku awalnya adalah pelarian diri karena aku nggak mau bekerja di bidang IT. Tapi sekarang aku hanya mencoba untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin karena di sini aku menemukan apa yang kusukai. Lagipula menjadi asisten trainer berarti aku bisa terus belajar secara gratis." Brianna tertawa kecil dan dengan heran melihat Jay ikut tertawa.
Bagi sebagian orang, meminta maaf dan memaafkan mungkin berat. Namun ketika hal itu terjadi, maka kebaikan akan datang. Brianna dengan takjub melihat perubahan suasana antara dia dan Jay. Mungkin pada akhirnya mereka akan bisa berteman. Setidaknya itu harapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle Work Of Happiness (Completed)
Chick-Lit[Sudah diterbitkan oleh Penerbit Cerita Kata] Sadar salah jurusan kok pas wisuda? Usaha Brianna untuk mencari pekerjaan di luar bidang kuliahnya memang membuahkan hasil. Masalahnya, banyak sekali tantangan yang dia hadapi setelah nyebur ke pekerjaan...