Chapter 14: Bicara

2.8K 273 5
                                    

"Ini tuh apa maksudnya? Katanya mau ngomong. Kenapa jadi begini?" Brianna terengah-engah dengan kedua tangan penuh dengan tas oleh-oleh.

"Sekalian keluar, belanja oleh-oleh," sahut Jay kalem. Tangannya sibuk mengetik sesuatu di gawainya.

"Kita naik taksi online dulu. Terus mampir ke jalan Singosari ya."

Jay berjalan keluar dari toko oleh-oleh dengan santai, sementara Brianna membawa sekitar 10 tas belanjaan. Gadis itu memutar kedua bola matanya dan mengikuti langkah atasannya. Mereka pergi setelah makan malam yang terlalu dini di jam enam sore. Awalnya Brianna mengira Jay akan mengajaknya bicara serius saat makan malam, ternyata Pak Toro dan timnya ikut makan malam. Mungkin itu sebabnya Jay memutuskan untuk keluar hotel. Tapi dia tidak mengira akan diajak belanja oleh-oleh dan membawakannya. Dengan iri dia menatap laki-laki di hadapannya yang melenggang dengan santai.

Toko berikutnya yang mereka datangi memiliki café. Setelah membeli beberapa kotak cheese chiffon cake yang katanya luar biasa enak, Jay mengajaknya minum kopi di café tempat oleh-oleh tersebut. Brianna memutuskan untuk memesan cappucino sementara atasannya memesan kopi Vietnam drip dengan susu kental yang dikurangi.

"Capek?" tanya Jay dengan mata tajam meneliti wajah Brianna yang saat ini sedang sibuk mengusap bulir keringatnya.

"Nggak, kok. Aku kan kuat." Jay menaikkan satu alisnya.

"Oke. Nanti sekalian bawain dus-dus yang di sini ya."

"Mati aja gue bawa segitu banyak. Ini mulut emang pinter ya nyautnya." Ucapan dalam hati Brianna ini mungkin terpancar keluar lewat mulutnya yang ternganga sementara Jay malah tertawa.

"Brianna, menurut kamu, kamu itu orang yang kuat?" Pertanyaan itu tentu saja disambut dengan anggukan gadis berkacamata yang malam ini memilih untuk mengepang rambut. Pilihan yang tepat karena dia tidak tahu akan menjadi kuli panggul dadakan.

"Saya bilang ini untuk kepentingan kamu ya." Suasana mendadak jadi serius.

"Kuat dan mandiri itu bagus. Tapi kamu nggak hidup sendiri. Menurut saya, ada waktunya kamu butuh bantuan orang lain. Beberapa kesalahan kamu itu timbul dari ketidaktahuan. Kamu segan bertanya, mungkin merasa bisa handle semua, atau bisa juga merasa segan. Contohnya tadi saya memintamu untuk membawa semua belanjaan, saya tahu kamu capek. Tapi apa? Kamu sama sekali nggak minta bantuan. Begitu juga di tempat kerja. Kabel in focus cadangan yang ketinggalan, soal latihan yang lupa di copy, alat-alat games yang nggak kebawa dan banyak hal lainnya. Kamu missed, dan saya perhatikan dalam penyelesaian masalah, kamu tidak melibatkan tim."

"Saya cuma nggak mau ngerepotin yang lain," ucap Brianna pelan, bahasa "aku" yang biasa dipakainya pun berubah menjadi "saya". Mendadak cappucino yang diminumnya terasa pahit walaupun sudah diberi gila tambahan.

"Itu ... di sisi lain juga bagus. Tapi, mulai sekarang coba kurangi kesalahan dan libatkan tim. Saya adalah bagian dari timmu, Brianna. Let me know if you need help." Brianna mengangguk.

Gadis itu merenung sementara Jay pamit ke toilet. Dia memang banyak sekali membuat kesalahan yang sebenarnya tidak perlu. Lupa copy artikel yang filenya jelas-jelas terbuka di depan mata, lupa membawa ini dan itu, salah membawa barang dan q kesalahan kecil tapi penting dalam pelaksanaan training. Bagi Brianna, checklist tidak banyak membantu. Dia harus menemukan cara untuk mengatasi kelemahannya dengan segera. Terdengar denting tanda whatsapp masuk. Sejenak dia mengalihkan pikirannya pada pesan yang baru masuk itu.

Fidel: Lo lagi sama Jay? Gue butuh ngomong sama dia. Dari tadi handphonenya nggak diangkat.

Brianna: Di toilet dia. Nanti gue sampein deh pesen lo.

Fidel: Oke. Bilangin ya buat baca pesen gue. Kita hampir dapat client nih, perusahaan negara. Gue butuh diskusi materi sama Jay.

Brianna: Sip

Fidel: betewe lo cuma berdua aja? Ciyeeeee

Brianna: Ciye pala lo. Gue lagi jadi kuli panggulnya nih. Disuruh bawain banyak barang.😥😢

Fidel: 😂😂 Baiklah selamat angkut-angkut barang ya. Jangan lupa titipan loenpia gue.

Brianna: Jadi setelah lo menertawakan nasib gue, lo masih berani minta dibawain loenpia ya? Receh banget.😠😡

"Kenapa kamu kaya mau makan itu handphone?" Tiba-tiba terdengar suara Jay. Brianna melempar gawainya karena kaget. Untung saja Jay menangkap dengan sigap. Dengan penuh syukur, Brianna menerima gawai yang masih rejekinya itu. Maklum masih ada delapan bulan cicilan lagi.

"Eh, sorry. Kaget ya. Sebentar lagi kita balik, ya. Kamu masih ada yang mau dipesan?"

Brianna menggeleng dan bergegas menghabiskan minumannya dalam diam. Dia menyampaikan pesan Fidel dan setelah itu sampai mereka sampai di hotel, Jay sibuk dengan gawainya. Sementara Brianna menatap cahaya kota di malam hari sambil terus merenung.

Miracle Work Of Happiness (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang