Sesi pertama training, berjalan dengan lancar. Brianna masih kepikiran dengan pertanyaan Jay, yang akhirnya tidak bisa dia jawab kecuali dengan senyuman kaku. Untung saja, kedatangan para peserta bisa mengalihkan perhatian Jay. Setelah itu, sebisa mungkin Brianna berkomunikasi dengan Jay hanya saat ada orang lain. Pengecut memang, tapi gadis itu tidak punya ide bagaimana harus menjawab pertanyaan trainer muda yang saat ini sedang mengajar itu.
Brianna menopangkan dagu sambil memperhatikan Jay mengajar. Saat-saat seperti ini, paling enak itu bengong tapi tetap waspada begitu ada panggilan dari peserta atau trainer. Sekilas, ingatannya kembali ke masa tadi malam waktu dia menumpahkan perasaannya pada Mila.
***
"Kayanya gue apes banget ya, Mil?" Brianna menatap kejauhan di sisi jendela rumah sakit yang memperlihatkan pemandangan kota di malam hari. Pemandangan yang cukup membosankan di siang hari, tapi menghibur di malam hari dengan kerlap-kerlip lampu.
Mila yang baru saja mengkonsumsi obat, menatap dengan pandangan mengantuk. Sahabatnya ini terkena typhus di saat yang tidak tepat. Orangtua Mila sedang sibuk, dan dia tidak tega meninggalkan sahabatnya sendiri di rumah sakit. Meskipun dia sendiri lelah karena harus menjaga training yang sedang berjalan, sebisa mungkin Brianna menemani Mila. Terutama di malam hari, seperti sekarang.
"Apes kenapa?" Suara Mila terdengar serak.
"Gue baru sadar kalau gue nggak cocok jadi IT pas wisuda. Giliran cari kerja, gue berharap kalau itu bakalan langsung cocok. Nggak tahunya kaya gini. Apa gue bener-bener nggak cocok ya jadi asisten trainer? Mungkin otak gue baru nyampe level otak-otak." Mila terkekeh geli.
"Enak dong, Bee. Gue suka otak-otak. Menurut gue ya, di kantor manapun pasti ada aja masalah. Tergantung gimana lo nyikapinnya. Waktu yang masalah Yogya itu, gue suka gimana lo bisa bangkit. Nah, ini ada masalah lagi kenapa nggak lo coba aja cara yang sama? Bee, lo itu masih muda. Masih bisa membentuk kepribadian lo lebih baik lagi. Jangan nyerah sama sifat jelek lo yang pelupa itu." Sunyi sejenak setelah Mila berkata panjang lebar.
Di luar, hujan turun tiba-tiba. Rintiknya mengenai kaca jendela dan mengaburkan pemandangan di depan mata Brianna. Gadis itu merenungkan perkataan sahabatnya, yang tumben banget berkata bijak. Mungkin efek obat bisa meluruskan otak Mila.
"Thanks ya, Mil. Gue jadi agak lega sekarang. Kalau kemarin gue janji buat melakukan ini itu, sekarang gue coba janji ke diri sendiri buat melakukan yang terbaik. Gue nggak mau kalah sama tantangan menaklukkan sifat pikun gue." Tidak terdengar jawaban dari Mila. Brianna menoleh dan menemukan sahabatnya sudah tertidur pulas.
"Eh si gelo, udah tidur aja dia. Jadi gue ngomong sendiri dong tadi," Brianna menggelengkan kepalanya. Dia kemudian mengambil laptop untuk mengisi waktu karena belum mengantuk. Iseng-iseng, dia menulis ulang mantra yang dia sebut sebagai kitab kerja. Kali ini dia bertekad tidak akan lupa lagi.
***
"Brianna, saya mau artikel yang ini dibagikan setelah makan siang ya. Langsung aja taruh di meja peserta," kata Jay sambil menunjuk tumpukan artikel yang sudah di copy perbanyak di atas meja.
Brianna mengangguk dan menyiapkan artikel yang akan dibagikan itu. Setelah Jay membubarkan peserta untuk makan siang, gadis itu bergegas membagikan artikel. Dia juga mengecek apakah ada microphone yang habis baterainya. Kemudian, dia meminta tim banquet untuk menambahkan botol air mineral di setiap meja dan menambahkan kertas flipchart, setelah sesi makan siang, Jay bilang akan ada banyak aktivitas kelompok yang akan menggunakan flipchart. Setelah semua itu beres, barulah dia pergi ke restauran. Mudah-mudahan semuanya lancar kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle Work Of Happiness (Completed)
Chick-Lit[Sudah diterbitkan oleh Penerbit Cerita Kata] Sadar salah jurusan kok pas wisuda? Usaha Brianna untuk mencari pekerjaan di luar bidang kuliahnya memang membuahkan hasil. Masalahnya, banyak sekali tantangan yang dia hadapi setelah nyebur ke pekerjaan...