Brianna sadar kalau yang namanya kantor itu rentan dengan banyaknya gosip yang berseliweran. Dia sudah mengancam Lexy untuk tidak membocorkan tentang pertemanan antara orangtuanya dan orangtua Jay. Menurut gadis itu, hubungan orangtua mereka tidak relevan dengan pekerjaannya.
"Mbak, kalau udah selesai lap meja di sana, sekalian meja saya ya," seru Lexy sambil melongokkan kepalanya.
Brianna melempar lap ke arah Lexy yang langsung kabur sambil terbahak-bahak. Heran, itu orang kenapa selalu ada dan dengan senang hati menggodanya. Masih mengomel panjang lebar, Brianna meraih lap yang terjatuh lalu melanjutkan membersihkan meja Jay yang jujur saja, sudah sangat bersih.
"Brianna." Sebuah suara terdengar. Brianna mengeluh, ini pasti Lexy yang berlagak seperti Jay untuk menggodanya.
"Gue peringatin lo, perut chubby. Gue ...." Suaranya tertelan angin ketika mendongak dan menemukan Jay asli ada di hadapannya.
"Eh-oh ... hai, Jay. Mejanya sudah bersih ya." Brianna langsung kabur tanpa memperhatikan reaksi Jay. Didengarnya suara tawa teredam Lexy di cubicle sebelah.
"Sial bocah itu. Awas ya, nanti gue ulek dia," rutuk Brianna.
Saat makan siang, gadis itu menggerai rambut dan menjepitnya di sisi kanan dan kiri. Setelah itu dia berdiri dan berjalan menuju kantin. Di depan lift, dia melihat Jay sedang berdiri bersama Bunga yang sibuk bicara. Tidak mau ambil bagian, Brianna sibuk memperhatikan gawainya.
"Kamu makan sendiri? Bareng saya aja, yuk." Brianna menatap Jay yang balik menatapnya dengan pandangan memohon.
Sepertinya laki-laki ini mau mencari jalan untuk lepas dari Bunga yang menempel setiap saat ada kesempatan. Sejenak gadis itu berpikir, lalu mengangguk.
"Makan sama Lexy dan Fidel, ya."
"Ah, kebetulan, saya harus ngomong sama Lexy." Wajah Jay kembali serius.
"Aku nggak diajak?" tanya Bunga setengah merajuk.
"Sorry, Bunga. Ada yang harus saya omongin sama Lexy. Sementara, Brianna pasti nanti memisahkan diri dengan Fidel." Brianna melongo sesaat mendengar jawaban Jay, kemudian dia manggut-manggut.
"Bagus ya sandiwara kamu," tawa Brianna meledak ketika mereka berhasil memisahkan diri dengan Bunga.
"Dia nempel terus, saya risih." Jay tertawa pelan.
Beberapa perempuan yang melintas menoleh ketika mendengar tawa Jay lalu tersenyum-senyum sendiri. Brianna menggelengkan kepala melihat betapa cueknya laki-laki ini terhadap kepopulerannya.
"Kenapa kamu?" Jay bertanya lagi ketika melihat gelengan kepala dan senyum Brianna.
"Cuma heran liat kamu nggak pernah sadar kalau populer," sahut Brianna dengan santai tanpa berpikir.
"Saya pikir, perut chubby nggak akan segitu populernya." Jay kembali tertawa.
"Aduuh ... maaf, Jay. Tadi itu kupikir Lexy. Dia gangguin mulu. Kalau kamu nggak mungkinlah punya perut chubby, secara kamu ...." Mendadak kata-kata gadis itu terhenti. Wajahnya memerah ketika memikirkan kelanjutan kata-kata yang hampir ditumpahkannya.
"Saya kenapa?"
"Bukan apa-apa. Eh itu mereka." Belun pernah Brianna merasa bersyukur seperti saat ini melihat Lexy dan Fidel sedang menunggu mereka. Kakinya bergegas menuju tempat duduk. Dia harus menjauh dari Jay sebelum mulutnya yang lancang ini bicara banyak.
Tidak seperti dugaannya, makan siang berjalan dengan tenang. Jay dan Lexy duduk sedikit terpisah dari Brianna dan Fidel. Beberapa kali kepala dua laki-laki itu menatap ke arah meja mereka.
"Lo tau nggak apa sih yang mereka bicarain?" tanya Fidel sambil berbisik, merasa aneh ketika untuk kesekian kalinya mereka menoleh. Brianna hanya mengangkat bahu. Dia tidak tahu menahu tentang apa yang ingin dibicarakan Jay.
Bagi gadis itu, tindakan Jay yang langsung bicara dengan Lexy sangat tepat. Gosip, jika dibiarkan, akan berkembang secepat ledakan gas menghancurkan rumah. Persahabatan Jay dengan Lexy bisa terancam, jika mereka tidak segera menyelesaikannya.
"Del, lo tau tentang Bunga yang nyoba deketin Jay?" Sudah saatnya perhatian Fidel teralihkan.
"Seluruh dunia juga tau, Bee." Maka, mengalirlah cerita bagaimana Jay melepaskan diri dari Bunga tadi. Fidel tertawa terbahak mendengar cerita sandiwara kabur ala Jay.
"Sumpah ya, Bee. Jay itu uda jauh berubah sejak kerja sama lo. Dia jadi keliatan lebih santai. Mungkin dia stres karena lo bikin salah mulu. Daripada gila, kayanya dia jadi lebih nyantai," kata Fidel sambil terus tertawa.
Tawa temannya tersumpal ketika Brianna melempar tisu yang tepat masuk ke mulut Fidel. Gantian Brianna yang tertawa sementara temannya ngomel-ngomel karena tisu itu bekas mengelap sambal yang tumpah di meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle Work Of Happiness (Completed)
ChickLit[Sudah diterbitkan oleh Penerbit Cerita Kata] Sadar salah jurusan kok pas wisuda? Usaha Brianna untuk mencari pekerjaan di luar bidang kuliahnya memang membuahkan hasil. Masalahnya, banyak sekali tantangan yang dia hadapi setelah nyebur ke pekerjaan...