Chapter 51: Ketahuan

2.2K 180 0
                                    

Sebenarnya pemandangan langka seperti ini harus dinikmati. Kapan lagi bisa melihat wajah tampan yang biasa serius itu tertawa begitu lebar. Beberapa karyawan yang mendengar tawanya, tanpa sadar ikut tertawa. Bahagia itu memang menular. Kecuali kalau kamu adalah bahan tertawaan.

"Udah? Puas ketawanya?" Brianna memberengut.

"Jelek banget deh kalau ngambek. Lagian kenapa juga kamu ngira Bunga melakukan sesuatu? Curiga itu jangan berlebihan, Brianna." Jay mengulum senyum. Laki-laki itu mengambil berkas yang dimintanya dari Brianna dan kembali ke meja kerjanya.

Hari ini Brianna memutuskan untuk pulang lebih cepat. Gadis itu berpamitan pada semua rekan kerjanya dan melenggang dengan santai. Dia memutuskan untuk memakai mass rapid transportation atau MRT, transportasi masal yang sedang hype di Jakarta.

Pengguna MRT saat ini sudah menunjukkan disiplin yang tinggi. Contohnya, saat di eskalator, tanpa diminta pengguna yang berdiam diri selama eskalator berjalan akan berdiri di sisi kiri sedangkan sisi kanan digunakan oleh pengguna yang terburu-buru dan berjalan cepat. Contoh lain di tempat antri masuk kereta. Semua penumpang akan berdiri sesuai garis yang ditentukan. Tidak ada lagi berdesakan di pintu masuk atau keluar kereta.

Di dalam kereta, Brianna memasang earphone dan menyalakan playlist lagu kesayangannya. Gerbong yang dinaikinya tidak terlalu ramai. Satu dua orang berdiri di sudut. Brianna mengambil tempat berdiri di sudut dekat seorang laki-laki bertopi baseball yang sedang menelepon.

" ... FWU. Apa kata Fidel?" Suara laki-laki itu terdengar saat satu lagu dalam playlist Brianna berakhir.

Gadis itu kaget mendengar nama perusahaan dan temannya disebut, namun sebisa mungkin dia berpura-pura tidak mendengarkan. Brianna memegang gawainya untuk merekam pembicaraan mereka sedemikian rupa supaya tidak terlihat oleh laki-laki bertopi baseball itu. Dadanya berdebar-debar takut ketahuan.

Di stasiun Cipete Raya, orang itu turun. Brianna sempat memotret laki-laki itu. Masih dengan dada berdebar, dia mengirim pesan singkat ke Jay. Saat pintu MRT menutup, Brianna merasa laki-laki dengan topi baseball itu menatapnya.

Stasiun MRT Lebak Bulus terlihat lengang ketika gadis itu tiba. Dia sedang memesan sebuah ojek online ketika dirasanya ada yang mengamati. Pandangannya menyapu bawah jembatan penyebrangan jalan. Beberapa ojek online yang sedang menunggu penumpang terlihat biasa-biasa saja. Antrian pengguna  yang mengular pun tampak biasa. Tiba-tiba dilihatnya laki-laki bertopi baseball.

"Bagaimana mungkin, orang itu di sini? Bukankah dia sudah turun lebih dulu?" Dadanya berdetak dengan cepat.

Tangan gadis gemetar ketika mengetikkan sesuatu di layar gawainya. Tepat ketika si topi baseball itu mendekat, ojek onlinenya tiba. Gadis itu segera naik dengan napas lega. Punggungnya berkeringat dan rambut panjangnya terasa lengket.

Alih-alih ke rumah, dia menuju mall besar di Selatan Jakarta. Lobi yang sejuk dengan orang ramai berlalu-lalang, sedikit meredakan gemetar dan rasa takutnya. Brianna menuju foodcourt. Dia tidak nafsu makan, tapi perutnya yang keroncongan tetap harus diisi.

Sesudah makan, dia memutuskan berjalan-jalan sejenak untuk menurunkan makanan di perutnya. Baru beberapa langkah, panggilan alam memanggilnya. Tergesa dia berjalan menuju toilet wanita. Toilet tampak sepi, hanya ada petugas kebersihan yang menunggui tempat itu.

Setelah lega, Brianna mencuci tangan serta mengeringkannya. Kemudian dia keluar dari toilet. Lorong antara toilet dengan gerai mall terlihat sepi. Gadis itu hampir keluar dari lorong ketika sebuah tangan besar memegang bahunya. Dia membalik dengan jeritan kecil. Laki-laki bertopi baseball itu!

"Hai, aku mau bicara denganmu. Sepertinya tadi kau dengar pembicaraan menarik ya," kata si topi baseball sambil menyeringai.

Wajah Brianna memucat ketika laki-laki memegang lengannya dengan kasar dan kuat serta menyeretnya keluar lorong. Dia tidak mampu berbuat apa-apa ketika dirasakannya benda dingin menyentuh pinggangnya. Badannya gemetar oleh rasa takut.

"Aku hanya bicara sebentar dengan kau. Diam! Jika kau teriak, aku akan menghabisimu," kata si topi baseball lagi. Dari dekat Brianna bisa melihat sebagian wajahnya yang tertutup topi memiliki carut dalam di pipi sebelah kiri.

Si topi baseball membawanya menuju parkiran yang sepi. Brianna yang ketakutan seolah melihat sekilas kehidupannya. Jika ini adalah akhirnya, sungguh gadis itu menyesali banyak hal. Dia bahkan belum menjenguk Lexy dan bertemu dengan Mila. Dia hanya berharap ada seseorang yang menyadari kejadian ini.

Miracle Work Of Happiness (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang