SOROT mata Jungkook mendadak tajam, iris mata kami bertemu dalam beberapa detik. Aku hanya diam, tidak bisa mengajaknya masuk, dan juga tidak bisa mengusirnya dari sini.
Aku berbalik, meninggalkan. Tapi apa yang aku dapatkan? Jungkook tidak tinggal diam, dia mengikutiku, jelas sekali dengan langkah kakinya yang pelan mengikuti pergerakkan tubuhku dari belakang.
"Cukup!" cetusku, mulai berbalik.
Jungkook menatapku datar, tatapan matanya kosong, seakan-akan dia tidak melihatku ada di sini. Aku mengembuskan napas, tidak ingin menghiraukan Jungkook kali ini. Setelah kupergoki, beraninya dia menampilkan wajah sok tampannya ini padaku, enyahlah.
"Apa kau puas?" tanya Jungkook sebelum aku memutuskan untuk berjalan ke sofa, kembali ke ruang tamu dan melanjutkan bersih-bersihku.
Aku menatapnya penuh heran, tidak tahu seperti apa persisnya tatapan Jungkook, kali ini sorot matanya benar-benar misterius, tidak sehangat dulu dan juga tidak memancarkan kekesalan, sudahlah.
"Maksdumu?" tanyaku balik pada Jungkook. Jarakku dengannya hanya sekitar satu langkah, tangan panjangnya itu pasti dapat meraih tubuhku.
"Sudah puas membuatku seperti ini?" jawab Jungkook dengan nada ketus, tatapannya masih sama.
Aku mengernyitkan dahi kemudian menggeleng tidak mengerti. "Aku tidak mengerti, sungguh!" ucapku masih dengan nada normal.
Jungkook terdiam, dia tidak menjawab ucapanku barusan. Dia seperti patung, bahkan deru napasnya tidak terlihat dari gerakkan bahunya itu, aku seperti tengah menghadapi sebuah patung, atau jangan-jangan Jungkook sudah terkontaminasi sifatnya Suga?
Ah, tidak, kenapa aku sering berpikir hal-hal aneh beberapa hari ini?
"Dengar! Aku tidak punya waktu sekarang-"
Sekarang tubuhku seakan dihujani semen, aku mematung. Tanganku mengepal di samping tubuh, sudah kubilang kalau tangan Jungkook pasti sangat mudah untuk meraih tubuhku. Sama seperti yang dia lakukan beberapa detik yang lalu, seenaknya dia menghentikkan ucapanku dengan menarik lenganku dan berakhir jatuh ke pelukannya.
Ya, dagu Jungkook mendarat di bahuku, deru napasnya yang hangat membelai bagian leherku. Saat seperti ini, jangankan untuk memberontak, untuk bernapas saja aku tidak sanggup, mataku mulai terpejam.
Jungkook memelukku lama, tidak ada kata yang dia ucapkan. Dan aku juga sama, kami sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing, aku masih belum membalas pelukan Jungkook, sangat sulit bagiku.
Aroma tubuh Jungkook yang sudah aku kenal mulai menyeruak, aromanya selalu menenangkan. Entahlah, mungkin dia memasukkan beberapa obat sehingga dengan mudahnya aku terhipnotis hanya karena aromanya ini, sadis sekali.
"Maafkan aku." Itu kata pertama Jungkook yang aku dengar, iris mataku membulat beriringan dengan degup jantungku mulai tidak karuan.
Jungkook membelai punggungku, menggeserkan anak rambutku ke belakang telinga sehingga dia lebih mudah berbisik padaku, tubuh Jungkook bergetar, itu yang dapat aku rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALJABAR ✔
FanfictionGenre: Romance, hard life. [Berantakan? Iya, belum direvisi :)] Orang-orang pikir, kehidupan Lee Yunbi sudah berada di level paling atas, sangat bahagia. Sorotan lampu, sorakan penggemar, penghargaan, wajah cantik, apalagi? Dari banyaknya teriakan y...