38. Game

562 64 10
                                    

==

Yunbi pov..

Aku tidak pernah menyangka seperti ini akhirnya. Hidupku, karirku, sahabat-sahabatku. Kami hancur bersama-sama. Tepat setelah berita tentang Haesun menyebar luas di media. Semua orang sudah mengetahui berita itu, tidak ada kesempatan lagi untuk mengelak. Memperbaiki.

Saat ini, tidak ada yang mampu membuat satu senyuman terukir di wajahku. Jungkook juga tidak bisa melakukan apa-apa, karena dia memang tidak berhak melakukan apa-apa. Yuju dan Sissy sama sepertiku, menunggu masa di mana kami akan selesai.

Aku tidak bisa mendengar isakan tangis dari Yuju saat ini. Gadis itu meraung, menangis menyesal, ia memang tidak menyalahkan siapa-siapa, tapi aku merasa aku alasan dari semuanya. Aku tidak berhasil menjaga Besttand, aku tidak bisa menjadi pemimpin yang baik untuk tim ini. Aku benar-benar buruk.

Dan Sissy Park. Ia terdiam, tidak mengatakan sepatah kata pun. Ia memang tidak menangis, tetapi jauh dalam lubuk hatinya, ia kecewa, sedih, sakit hatiㅡsemuanya bercampur.

Tidak ada Haesun di sini. Ya, dia tidak muncul setelah berita itu tersebar luas. Entah dia pulang, entah dia kabur, aku tidak peduli lagi.

Jungkook sudah berkali-kali datang untuk membujukku, mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja. Tidak akan ada yang hancur, Besttand akan kembali seperti semula, semuanya hanya tentang waktu. Mustahil, aku katakan itu mustahil.

Entah bagaimana, aku rasa aku, Yuju dan Sissy harus menyelamatkan diri masing-masing. Maksudku, kami akan berakhir dengan perpisahan. Memutuskan kontrak dengan agensi atau tetap di sana dan memulai debut solo. Aku tidak bisa membayangkannya.

Kami belum bisa kembali ke Korea, karena bandara tengah dikepung oleh ratusan wartawan yang ingin menanyaiku tentang kasus itu. Sajang-nim tidak mengizinkan kami untuk pulang.

Aku merasa sangat kasihan dengan Min Zio, bagaimana pun juga, ini bukan hanya tentang Besttand, ini mengenai reputasi perusahaannya.

Bena-benar diluar kendali. Aku harus apa?

"Yunbi, makan ini."

Jungkook menghampiriku lagi. Membawa satu nampan makanan yang ia letakkan di atas meja. Aku tidak berselera, untuk mengunyah saja aku tidak punya waktu. Meskipun begitu, aku tidak pernah menyuruh Jungkook untuk pergi. Aku diam, karena lelah, akhirnya Jungkook sendiri memutuskan untuk pergi.

"Yunbi, semuanya akan baik-baik saja."

Entah yang keberapa kali Jungkook mengatakan hal itu. Meskipun dia mengatakannya seribu kali pun itu semua tidak akan berpengaruh pada diriku yang hancur ini.

"Yunbi-ah."

Kali ini, Jungkook memegang tanganku, mengusapnya dengan ibu jari, memberikan kehangatan dan ketenangan dari tubuhnya. Aku mendesah pelan.

"Jungkook, pergilah." Aku berucap tanpa menatap ke arahnya. Sejak satu jam yang lalu, pandanganku selalu terfokus pada satu titik di depan sanaㅡpintu ruangan ini.

"Aku tahu ini sulit. Tapi jangan seperti ini, kau kuat. Aku percaya padamu."

Hatiku terenyuh, Jungkook selalu bisa membuat hatiku menghangat. Seperti yang kubilang di awal, semuanya tidak akan berubah.

"Aku tidak yakin, Jungkook." Aku masih belum menatap Jungkook.

Lelaki itu mendesah pelan, bersandar pada sandaran sofa, mengistirahatkan punggungnya sejenak. "Kenapa semuanya bisa seperti ini?" perkataan Jungkook terdengar frustasi di telingaku.

Aku mengulum bibir sedih. "Aku juga tidak tahu." Akhirnya, satu tetes air mata jatuh membasahi pipiku. Aku sudah tidak sanggup lagi menahan buliran itu tetap terbendung di pelupuk mataku.

ALJABAR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang