Bona menatap kalender di meja kasirnya. Tanggal 14 September, satu bulan ia menjalani hubungan dengan Arbi. Satu bulan pembelajaran yang benar benar bermakna.
Satu bulan? Bagi yang lain satu bulan itu bodoh amat, itu baru amat sebentar dan tak berarti apa apa. Tapi bagi wanita yang baru bisa menjatuhkan hatinya kepada seseorang, setiap hari itu terasa sangat penting.
Tapi hari ini Bona tidak terlalu beruntung, ia harus bekerja dan parahnya, Arbi bahkan ada persidangan lagi. Lelaki itu benar benar sibuk sekali.
Berkas di mejanya tak pernah tipis, ia juga sesekali terlibat langsung dalang operasi tangkap tangan, daftar meetingnya bejibun. Kejaksaan dan pengadilan adalah tempatnya bolak balik sehari hari.
Dan untuk orang seperti dia, apalah arti hubungan sebulan itu. Hanya segelintir orang yang merayakan hubungan bahkan yang sudah lama berjalan. Jadi Bona memutuskan untuk tidak berharap apa apa.
“Bg Arbi orangnya aneh ya Na,” celetuk Raya ketika butik mereka sedang lengang.
“Dia sempat kayak naksir berat banget sama gue, tapi sekarang ngilang gitu aja. Kalo di hubungi juga susah banget, trus pernah dia ngangkat telepon gue cuma buat bilang dia lagi sibuk.” Lagi lagi Arbi jadi topik yang menarik untuk di bahas.
“Emang lagi sibuk kali,” timpal Bona seadanya. Ia selalu tidak nyaman bercampur merasa bersalah setiap Raya mengungkit tentang Arbi.
“Kerjaan bg Arbi itu sebenarnya apa sih, gue penasaran banget loh smpe dia bisa sedekat itu sama bos. Oh iya, lo belum jelasin sampe sekarang kenapa kemarin bos sampe permisiin lo biar bisa ngomong sama bg Arbi? Lo ada hubungan apa sama bg Arbi?”
Raya tiba tiba menyelidiki.
Sempat Bona agak panik, tapi ia menenangkan dirinya. Ia tau Raya tidak terlalu pandai membaca ekspersi wajah.“Gue ada perlu kemaren sama dia,” jawabnya cuek.
“Perlu apa Na, ikh jadi main rahasian mulu deh sama gue. Lo pacaran sama bg Arbi?” Raya manyun tidak jelas, ia benar benar akan ngambek jika Bona mengiyakan pertanyaannya.
“Dia kerja di KPK Ya, trus kemaren dia kayak ada gitu, apa ya, minta data gitu di lingkungan kos gue, katanya mau lihat aliran keuangannya apa bersih atau ngak,” Bona garuk garuk kepala tidak jelas melihat kebohongannya.
Kadang suka dengan fiksi membuat kita lebih cepat mendapat ide untuk mengarang cerita.
Tapi setelah ucapan Bona tersebut, Raya jadi lebih heboh lagi. Heboh menebak nebak berapa banyak gaji yang didapat Arbi dengan bekerja di KPK.
Sibuk memuja muja betapa kerennya bekerja di KPK. Dan yang punya pacar hanya bisa diam dengan kuping memanas.
'''''''''''''''''''
Bona duduk di halte bus, meregangkan kakinya yang cukup jauh berjalan dari gedung mall untuk bisa mendapatkan halte. Arbi berjanji untuk menjemputnya sepulang kerja.
Tentu jika janji mereka mendadak, Arbi akan datang terlambat karena harus menyelesaikan pekerjaannya dahulu.
Sebelumnya menunggu adalah hal yang menyebalkan bagi Bona. Tak pernah masuk akal baginya kenapa ada orang yang waktunya rela dihabiskan demi menunggu. Kadang bahkan menunggu seseorang yang bahkan tidak tau bahwa ia sedang di tunggu.
Tapi setelah jatuh cinta, ia paham dengan sendirinya. Menunggu itu butuh lebih dari kesabaran agar bisa bertahan.
Mobil marchedes hitam Arbi, berhenti tepat di depan Bona. Beberapa yang ada disana celingak celinguk melihat bukan bus yang berhenti, tapi mereka segera mengerti setelah Bona masuk ke dalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Nol (Complited)
RomanceHubungan Bona dan Arbi sempurna. Bona amat bahagia memiliki lelaki seperti Arbi. Pejabat di KPK, memiliki tubuh menawan, sikap dewasa yang mengajari banyak hal dengan lembut membuat Bona berpikir akan memiliki Arbi selamanya. Sampai Bona dihadapkan...