14 Januari, satu minggu selepas Bona wisuda.Selepas Arbi menemui Bona di kosnya saat hari wisuda Bona, mereka tak pernah lagi berhubungan. Bukan karena tak ada yang ingin di bicarakan, tapi semuanya butuh waktu.
Bona lama menunggu nunggu, mana tau Arbi ingin menjelaskan langsung padanya, tapi Arbi tak pernah mengabarinya.
Lelaki itu bungkam, persis seperti Banu yang dari dulu sampai saat ini juga tidak mau menjelaskan alasannya untuk meninggalkan Bona.
Juga persis seperti ibunya yang pergi melarikan diri dari kejaran rentenir tanpa membawa Bona ikut bersamanya. Mereka semua yang meninggalkan Bona tak pernah memberi penjelasan apapun.
Jadi Bona yang terlebih dahulu mengirimi Arbi pesan, memintanya untuk bertemu.
“Bg Arbi, ayo kita bertemu, sebelum tanggal 14 nanti.” Begitu pesan yang dikirim Bona.
Arbi tak menjanjikan apa apa, tapi ia bilang akan berusaha menemui Bona. Berhari hari Bona menunggu kabar dari Arbi, tapi lelaki itu tampak enggan untuk menemuinya, sampai tanggal 14 pagi ia kembali menghubungi Bona.
Masih pukul 5 subuh saat Arbi meneleponnya, Bona bahkan masih kesulitan untuk membuka mata.
“Kita ketemu ya dek,” ujarnya di telepon.
“Pagi ini?” tanya Bona.
“Iya, ini abg udah mau jalan jemput adek.”
“Kenapa gak nanti malem aja? Adek kerja pagi ini,” elak Bona karena bertemu pukul lima pagi itu terasa amat ganjil.
“Kan adek yang bilang sebelum tanggal 14, ini udah masuk 14 jadi pagi ini aja.”
Untuk sesuatu yang sudah di putuskan Arbi, maka ia takkan mengubahnya. Arbi jarang sekali mengambil keputusan apapun tanpa menanyainya kepada Bona, dan salah satunya adalah hal ini.
“Nanti malem aja, atau magrib bareng di jalan juga gak papa, ini subuh loh,”
“Udah adek mandi aja, abg udah mau jalan, bawa mobilnya pelan pelan kok. Abg mau ketemunya sama adek pagi ini, sekalian di anter ke tempat kerja.”
Bona terdiam sejenak. Ia sudah lumayan mengerti dengan tingkah Arbi, jadi daripada mereka berdebat untuk sesuatu yang Arbi takkan ubah lagi, jadi ia iyakan saja ucapan Arbi.
Sepagi itu, saat ketiga teman kosnya masih sibuk di dunia mimpi, maklumlah bagi mereka bangun tidur paling umum itu jam 8 pagi, terkecuali ada kuliah pagi, Bona sudah sibuk kucar kacir memilih baju apa yang harus ia kenakan.
Ini sudah nyaris sebulan ia tak pernah bertemu lagi dengan Arbi, jadi Bona gugup minta ampun. Jauh lebih gugup dibanding kencan pertama mereka dulu.
Seisi lemari sudah ia bongkar semua, tapi tak ada pakaian baru disana karena sudah dua bulan ini ia harus menghemat untuk biaya wisudanya.
Terpaksa ia harus memadu padankan apa yang ada saja. Baju sifon yang memiliki rimpel di bawah dengan rok selutut. Itu sajalah, karena sepertinya semua model pakaian sudah pernah ia kenakan sepanjang bersama dengan Arbi.
Dan jika Arbi masih lelaki yang sama seperti sebulan kemarin, ia takkan peduli dengan penampilan Bona.
Itu pertama kalinya Bona membuat Arbi menunggunya karena Arbi sudah ada di depan pagar saat ia baru selesai mandi.Biasanya ia yang selalu menunggu Arbi karena Arbi harus menyelesaikan pekerjaannya dulu sebelum menemuinya.
Bona keluar dari dalam rumah tanpa berpamitan kepada siapapun. Ia menemui Arbi yang masih berdiri sambil menyender ke pagar. Bona menyalam tangannya seperti biasa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Nol (Complited)
RomanceHubungan Bona dan Arbi sempurna. Bona amat bahagia memiliki lelaki seperti Arbi. Pejabat di KPK, memiliki tubuh menawan, sikap dewasa yang mengajari banyak hal dengan lembut membuat Bona berpikir akan memiliki Arbi selamanya. Sampai Bona dihadapkan...