"Bu, Pak yayasan yang lama nyariin ibu," ujar seorang murid yang masih ngosngosan karena berlarian mencari Bona.
Bona sedang tidak ada les pelajaran, jadi ia ingin istirahat sebentar di kolam belakang sekolah.
"Pak yayasan yang lama? Ada apa?"
Murid tersebut hanya menggeleng tidak tau, dan menyusuh Bona ke taman depan karena sudah di tunggui disana.
Bona segera menyusul. Rasa rasanya ia tidak berbuat masalah apapun sampai harus kepala yayasan yang lama datang memanggilnya.
Langkahnya terhenti setelah mendekati taman. Bukan hanya kepala yayasan lama yang ada disana, tapi juga ada Arka dan Arbi. Melihat kehadiran Arbi membuat Bona langsung tidak tenang.
"Ibu Bona, sini," panggil kepala yayasan dengan penuh senyum merekah.
"Ada perlu apa ya Pak?"
"Pak Arbi ingin bertemu dengan Ibu, katanya dia kesulitan menemui Ibu jadi beliau meminta izin untuk bertemu di sekolah. Ibu jangan galak galak ya kepada Pak Arbi," ujar kepala yayasan terlihat bersahabat.
Ia menepuk pundak Arbi sebelum bergegas pergi. Sementara itu Arka masih memandangi mereka berdua dengan sengit.
"Kalian menjalin hubungan lagi?" Tanyanya tapi tak ada yang menjawab.
"Na, bukannya kamu bilang ingin hidup tenang? Jadi sampai sekarang aku masih juga kalah dari bang Arbi? Kamu ingin kembali lagi karena dia sudah bercerai atau kamu adalah alasan bang Arbi mence-"
"Ka!" Potong Bona tidak tahan. "Bisa beri saya waktu dulu buat ngomong sama bang Arbi. Murid murid mulai perhatiin kita," sambungnya.
"Saya memang selalu kalah dibanding bang Arbi." Dengan langkah kecewa Arka meninggalkan mereka.
Bona menghela napas lalu melotot ke arah Arbi.
"Ini di sekolah adek bang," omelnya.
"Adek juga sering datang ke kantor abang dan ngak pernah keberatan. Lagian siapa suruh adek ngak mau ngangkat telepon abang. Kan abang bilangnya kasih abang waktu, kenapa adek jadi ikut ngilang?"
"Bang," Bona menghela napas lagi. "Kita ini apa?"
Sejenak Arbi tertegun oleh pertanyaan Bona. Akan ada banyak pertanyaan Bona yang tak bisa ia beri jawaban pasti.
"Kita.... pacaran?" Tanya Bona lagi.
"Atau sebatas temanan? Kita berdua udah lama ngak mempertegas hubungan kita. Biar kita tau mana batasan yang boleh di lakukan atau tidak."
Untuk beberapa saat, mereka berdua hanya saling bertatapan dalam kebisuan. Arbi selalu mengerti Bona selalu punya alasan kenapa menghindarinya, tapi ia ingin segera menyelesaikan masalah yang tidak ia ketahui itu.
"Abang pernah bilang ingin menikahi adek. Adek juga udah pernah janji kalo kita akan menikah jika abang mau melakukan kencan pernikahan selama sebulan dengann Luna," jawab Arbi setenang mungkin.
Bona menelan air liur. Ia tidak pernah berpikir Arbi akan menagih janji yang terpaksa ia iyakan itu.
"Bagaimana kita akan menikah bang?"
"Dek, kasih abang waktu. Luna masih ada masa itdah, setengah tahun lagi kita menikah boleh? Atau adek mau tunangan dulu?"
Bona menjauhkan pandangannya. Bukan itu, bukan pernikahan yang ia tuntut. Ia hanya ingin agar mereka juga bisa mengakhiri hubungan mereka.
Ia tidak bisa membayangkan setiap malam Luna menghantui tidur tidurnya. Rasa bersalahnya justru semakin memuncak. Wajah Attaya dan Bintang yang kehilangan ayah membuat ia teringat pada dirinya sendiri selepas kehilangan ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Nol (Complited)
RomanceHubungan Bona dan Arbi sempurna. Bona amat bahagia memiliki lelaki seperti Arbi. Pejabat di KPK, memiliki tubuh menawan, sikap dewasa yang mengajari banyak hal dengan lembut membuat Bona berpikir akan memiliki Arbi selamanya. Sampai Bona dihadapkan...