Titik Terendah

348 21 0
                                    

Hari Selasa seperti biasanya. Tapi ini akan jadi hari Selasa terakhir untuk persidangan persidangan Arbi dan Luna.

Ini juga akan jadi hari Selasa pertama bagi Bona untuk datang ke persidangan terakhir Arbi. Di hari ini palu akan di ketuk dan dua orang yang pernah bersama bertahun tahun akan berubah menjadi orang asing satu sama lain.

Aneh sekali memang. Dua orang yang pernah berbagi segalanya, dua orang yang punya buah hati sebagai bukti pernikahan, tetap saja masih bisa menempuh perpisahan.

Cinta boleh saja bukan yang terpenting dalam pernikahan. Tapi lihatlah, Arbi dan Luna harus berusaha amat keras untuk mempertahankan rumah tangga karena cinta yang hanya sebelah tangan.

Bona duduk di barisan pihak Luna, tak lama setelah itu persidangan segera di mulai. Luna yang memohon pada Bona untuk datang memberikan kekuatan padanya.

Sidang keputusan mereka berjalan seperti biasa. Pembacaan keputusan berjalan lancar, pengetukan palu terdengar nyaring di suasana yang senyap.

Setelah beberapa hari Selasa di lalui Arbi di pengadilan agama ini, akhirnya ia mendapatkan apa yang ia mau. Setelah palu di ketuk, mata Bona langsung tertuju pada Arbi.

Arbi terlihat mengusap wajahnya, menunduk untuk beberapa saat sampai akhirnya ia bangkit dari kursinya dan bersalaman dengan pengacaranya.

Pandangan Bona terhenti ketika ia mendengar suara isak tangis Luna. Luna berpelukan dengan beberapa orang teman dan keluarganya sambil terus mengusap air matanya yang semakin deras mengalir.

Luna terlihat lemas, seperti ia kehilangan pegangannya. Memang ada banyak yang mengelilinginya untuk memberi kekuatan.

Tapi apalah arti seribu orang, jika satu orang yang paling disayang dan dibutuhkan tak lagi ada disisi.

"Bona..." Ujar Luna ketika matanya menangkap sosok Bona. Ia segera datang dan memeluk Bona.

"Bona...." rengek Luna lagi dengan menangis memeluk Bona.

"Bona.... saya kehilangan orang yang paling saya cintai juga," ujarnya masih terus berlinang air mata.

Bona sudah berusaha untuk menahan dirinya, tapi ketika matanya bertemu dengan mata Arbi yang memandangi mereka, bulir bulir air matanya mulai pecah.

Lihatlah, wanita yang rumah tangganya sudah ia rusak, justru masih datang dan memeluknya dengan linangan air mata. Di pelukan Luna ini, untuk pertama kalinya Bona merasa jijik dengan dirinya sendiri.

Ia merasa munafik dengan terus bersikap seolah ada di pihak Luna, padahal sedikit banyak ia mengambil peran dalam perceraian ini.

"Saya kehilangan ayah dari anak anak saya, Bona. Rasanya benar benar pedih sekali. Sepertinya saya terlalu mencintai mas Arbi sampai rasanya menyakitkan," rengek Luna.

Bona berusaha pelan pelan membalas pelukan Luna dengan air mata yang juga terus mengalir.

"Mbak Luna, masih ada waktu 14 hari untuk mbak Luna mengajukan banding. Masih ada jalan untuk mengubah keputusan hakim mbak," ujar Bona memberi saran.

Memang selalu di beri waktu 2 minggu untuk pihak yang merasa tidak puas dengan putusan pengadilan. Tapi untuk apa? Untuk apa lagi Luna mati matian bertahan? Sudah bilangan tahun ia berusaha amat keras.

"Percuma Bona, tetap saja saya sudah gagal mempertahankan rumah tangga saya. Saya mau berusaha sebagaimana pun, mas Arbi akan tetap menemukan jalan untuk meninggalkan saya," rengek Luna.

Bona tak bisa menjawab lagi karena Arbi berjalan ke arah mereka. Semakin mendekat Arbi, semakin runtuh dunia di mata Bona. Bukan hanya dunianya yang runtuh, tapi dunia satu keluarga.

Titik Nol (Complited)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang