Luruh

297 24 0
                                    

Bona menatap seluruh teman teman kerjanya, mereka sedang makan bersama di sebuah restoran. Meja persegi panjang di hadapan mereka terisis penuh dengan minuman dan makanan, masih cukup banyak bersisa di atas piring.

"Sampai kapan aku bersama mereka ?" tanya Bona pada dirinya sendiri.

Bukan masalah dengan teman teman kerjanya, tapi dampak dari pekerjaan itu. Bukan hanya Arbi, atau Reki saja, tapi rasanya semakin banyak pelanggan mereka yang mulai berusaha mengajaknya untuk menjalani hubungan perselingkuhan.

Di dunia ini, nyatanya banyak sekali lelaki yang jika sudah memiliki harta berlebihan, maka mereka menjadikan wanita sebagai pemuas nafsu.

Juga agar benar benar lepas dari Arbi dan Reki, salah satu jalannya adalah dengan berhenti bekerja di butik. Ia mungkin tidak terlalu cocok dengan pekerjaan lapangan yang membuatnya bertemu banyak orang baru setiap harinya.

Mungkin ia harus mulai mengajar di sekolah, karena ilmunya selama kuliah pasti bisa ia kembangkan. Juga mungkin takkan ada godaan seperti yang menderanya saat ini.

"Ya, hubungan kamu sama bg Elwin gimana?" tanya Bona, tiba tiba ia teringat bukan hanya dirinya yang terlibat perselingkuhan tidak jelas. Ada Raya yang bahkan sudah ahlinya.

"Gak gimana gimana sih, gitu aja," Raya kembali memasukkan steak ke mulutnya.

"Lo gak pernah niat gitu buat berhenti? Jalani kehidupan normal aja?"

"Bona," Raya memegang tangan Bona.

"Gue juga jalani hidup normal kok, gue punya pacar yang memang belum menikah, tapi lo tau gimana susahnya pacaran sama cowok yang masih lajang?"

"Udah sok sibuk, kere, susah ketemuan, perhatiannya luntur dan flat. Gue butuh semua itu, dan gue dapetinnya dari bg Elwin. Lagian selama ini hubungan kita aman ko, gak pernah ketahuan istrinya."

Raya mungkin sudah gelap mata, ia hanya memikirkan kesenangannya. Tapi bagaimana dengan luka luka yang ia sebabkan jika semua perselingkuhan mereka ketahuan.

Bukankah sesuatu yang busuk lama kelamaan akan tercium juga? Juga konsekuensi yang harus ia bayar untuk semua uang, waktu dan perhatian dari suami orang lain.

"Akan ada waktunya Na untuk berhenti, atau mungkin gue bakal jadi istri keduanya bg Elwin." Lalu Raya tertawa membayangkan ucapannya sendiri.

"Bukankah kita yang nentuin waktu itu?"

Raya mengangkat bahunya acuh. Meski mereka berteman, tapi perasaan mereka berbeda. Pikiran mereka sebenarnya tak benar benar selaras.

Selepas dari makan makan, acara ngumpul mereka masih berlanjut ke ruang karaoke. Melepaskan penat disana dengan menyanyi heboh, tak peduli dengan suara sumbang yang lebih banyak keluar.

Setiap orang memiliki tekanan hidup masing masing, bisa jadi mengurangi tekanan tersebut dengan berteriak teriak seperti mereka.

Sebuah mike mendarat ke genggaman Bona, lalu teman teman cowoknya menarik ia untuk ikut bernyanyi. Dan ajaibnya lagu yang mereka pilih adalah lagu selamat ulang tahun.

"Siapa yang ulang tahun coba?" keluh Bona.

"Alah, bodoh amat siapa yang ulang tahun, pokonya kita seneng seneng." Ujar yang lain, mulai sibuk menari dan melompat lompat.

Suara nyanyian Bona kalah dengan suara cempreng mereka yang nyaring. Tapi, memang ada sesuatu yang tak bisa di jelaskan.

Bahwa ia sedikit merasa lebih lega setelah banyak suaranya yang lepas. Jika tidak bisa menceritakan masalah kepada orang lain, berteriak lewat nyanyian nyatanya juga adalah solusi.

Titik Nol (Complited)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang