Cerai

408 27 3
                                    

Bona  bersandar di bangsal lantai dua SMA Kencana. Menatap murid murid yang sedang asyik olahraga di bawah sana.

Para murid murid cewek sibuk meneriaki ketua basket yang baru saja mencetak angka. Leo namanya, dia most wanted di SMA Kencana, para gadis gadis menggilainya.

Cerita SMA yang dulu ia tak dapatkan. Entahlah, kehidupannya terasa datar saja sebelumnya dan berubah setelah bertemu dengan Arbi.

6 bulan sudah ia ada di SMA ini.

6 bulan yang terasa lama sekali. Meskipun tak banyak cobaan hidup yang ia lalui, tapi ini adalah 6 bulan paling sulit dalam hidupnya. Berat sekali melalui hari demi hari tanpa tanpa ada Arbi lagi di hidupnya.

Terasa hambar sekali setiap detiknya.

“Sedang mengawasi anak anak atau sedang melamun?” Seseorang yang berjalan ke arahnya menegurnya. Siapa lagi kalau bukan kepala yayasan mereka, Arka.

“Dua duanya,” jawab Bona santai. Setelah di jalani 6 bulan, Arka tidak benar benar kejam. Ia hanya memiliki cara tersendiri untuk menguatkan Bona.

“Ibumu Bona, saya sudah mengetahui dimana dia tinggal,” Arka mendadak membahas hal serius. Tatapan Bona langsung terarah padanya, memohon penjelasan.

“Sudah saya kirim alamatnya ke WA mu. Itu hadiah terakhir dari bang Arbi, dia bilang maaf karena lama sekali baru bisa menemukan ibumu.”

Bona sudah berusaha sedapat mungkin untuk mengatur ekspresi wajahnya, tapi ia tau, air mata nyaris menggenangi pipinya.

Itu dua hal paling penting dalam hidupnya. Ibu dan Arbi. Tubuhnya mendadak lunglai, dan seribu pertanyaan yang ingin ia utarakan tercekat seluruhnya di tenggorokan.

Setelah berpisah dengan Arbi, Bona memutuskan mengganti nomor untuk bisa membuka kehidupan baru. Tapi apalah daya, nomor Arbi melekat kuat di ingatannya.

Ratusan kali ia berusaha untuk kembali menghubungi nomor itu, yang tertahan di ujung kesadarannya. Ratusan kali ia ingin mengunjungi gedung KPK, mencari Arbi disana.

Dan entah berapa banyak waktu ia habiskan menonton ulang di youtube video Arbi jika sedang mengonfirmasi penangkapan koruptor.

“Melamun lagi?” tegur Arka.

“Terimakasih,” jawab Bona tidak nyambung.

“Ambillah cuti beberapa hari, saya akan menyuruh gajimu di transfer di awal. Pergilah temui ibumu, dia ada di Curup, Bengkulu."

"Ibumu sudah menikah dengan seseorang disana. Dari yang bang Arbi bilang, kehidupan dia cukup tentram sekarang. Saya yakin, kamu tau apa yang harus kamu lakukan.”

“Keluargaku benar benar menyebalkan ya. Yang satu rela meninggalkan adiknya demi menikah dengan wanita yang beda agama. Yang satu lagi meninggalkan anaknya demi menikahi lelaki lain. Mereka pikir aku sekuat itu untuk sanggup menghadapi semuanya sendirian?”

Celoteh Bona, lalu tanpa pamit ia pergi meninggalkan Arka.

Apalah yang bisa seorang wanita perbuat saat hatinya benar benar remuk tak terkira, terkecuali menangis tersedu sedu, sendirian, di tempat yang orang takkan menemukannya.

Tangisan adalah saat kita tak punya lagi kata kata selain air mata, itu yang di katakan Tere Liye.

'''''''''''''''

Bona sedang mengamati daftar belanjaan di tangannya lalu mencari bahan makanan tersebut di rak rak besar swalayan. Ia lebih suka mengisi penuh kulkasnya daripada pergi berkali kali belanja ke luar.

Titik Nol (Complited)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang