Bona tak pernah lagi mematut dirinya lama di depan kaca, ia kapok. Untuk apa lama lama berdandan, jika ia akan mendapati kabar tak mengenakkan.
Iya, kabar tentang Arbi yang bekerja di KPK tak cukup baik bagi Bona, ia hanya merasa tak nyaman saja. Tapi sikap Arbi sama sekali tak berubah, ia tetap Arbi yang Bona suka.
“Ice cream?” tanya Arbi ketika bertanya dari telepon ingin di bawakan apa. “Ice cream lagi?”
Bona tertawa, ia tau Arbi akan protes, tapi pasti akan membelikannya lagi. Arbi hapal betul ice cream adalah makanan yang tak pernah lepas dari Bona.
“Yah, di bawa ice cream ya bg, adek udah sampe di taman kota kok,” ujarnya sambil menatap puluhan hasil lembar observasi yang beberapa hari kemarin ia lakukan.
Arbi janji akan membantu menghitungnya. Lelaki itu sangat cekatan dalam menghitung.
Sore di hari minggu, di taman kota, Arbi menemui Bona dengan pakaian cassual. Hanya mengenakan celana pendek dan kaos berkerah, cocok untuk menghabiskan sore yang cerah bersama seseorang yang dirasa nyaman.
Bona sendiri hanya mengenakan jumsuit ukuran selutut yang dipadukan dengan leging hitam. Pokoknya jangan berdandan heboh lagi, itu prinsipnya.
“Sorry, datangnya agak lama,” ujar Arbi duduk di sebelah Bona. Ia meletakkan beberapa bungkus ice cream di atas meja, yang segera di sambut semangat oleh Bona.
“Gak papa gitu keseringan makan ice cream?” Arbi sebenarnya sedikit khawatir. Sejak pertemuan pertama mereka sebelum pacaran, makanan yang selalu ingin dimakan Bona adalah ice cream.
Di dalam mobil, di pinggir jalan, di swalayan, mall dan sekarang di taman kota pun yang diminta bona hanyalah ice cream.
“Jadi kita bakal kencan sambil ngerjain tugas ya?” seru Arbi mulai memeriksa setumpukan lembar observasinya Bona. Karena Bona mengambil jurusan pendidikan Biologi, jadi ia mengobservasi murid murid SMA dengan dua langkah, tes dan wawancara tertulis.
Ada tiga kelas yang ia jadikan sampel untuk mendapatkan tes dan wawancara tertulis yang dipilih acak untuk mendapatkan hasil lebih maksimal.
“Ya ampun dek, kenapa bahan penelitian kamu mengenai reproduksi, itu kan kontroversial banget ya?” Arbi agak histeris menyadari materi yang digunakan Bona tentang reproduksi.
Bona kembali tertawa sambil terus menyesapi ice creamnya. “Justru karena kontroversi makanya aku pake itu bg. Tau kan anak anak SMA jaman sekarang? Kebanyakan dari mereka ogah jawab serius jika ada mahasiswa yang datang melakukan observasi, tapi saat tau materinya tentang reproduksi dan mereka baca kisi kisinya menarik, mereka jadi jawab serius, dan mau ngisi angketnya panjang lebar. Jadi ini hasil observasinya bakal akurat.”
Arbi melotot padanya. “Kamu tuh ya dek, balas ciuman abg aja belum bisa, udah ngomongin masalah reproduksi?”
Bona semakin tertawa mendengarnya. Ia sudah kembali seperti sedia kala, bisa gila gilaan dan melakukan hal konyol apapun bersama Arbi.
“Pelajaran reproduksi itu menarik loh. Proses terjadinya kehamilan, pembuahan, bahkan kenapa bisa jatuh cinta itu bisa di jelasin di biologi. Juga kenapa manusia pengen berciuman, atau punya rasa tertarik kepada lawan jenis, semuanya dibahas komplit disini. Coba abg baca pertanyaan wawancaranya, banyak murid murid yang kasih jawaban ilmiah.” Bona menunjukkan salah satu lembar jawaban.
Kini mata Arbi nyaris melorot ke tanah. Jika mata itu bukan buatan Tuhan pasti sudah rusak karena terlalu lama melototi Bona.
“Adek harus janji sama abg, ngak bakal ngomong masalah reproduksi sama cowok lain. Tau ngak sih, cowok itu buas loh, kalo di pancing masalah reproduksi gini, bisa bisa adek kena terjang.” Protesnya sekaligus memperingati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Nol (Complited)
RomanceHubungan Bona dan Arbi sempurna. Bona amat bahagia memiliki lelaki seperti Arbi. Pejabat di KPK, memiliki tubuh menawan, sikap dewasa yang mengajari banyak hal dengan lembut membuat Bona berpikir akan memiliki Arbi selamanya. Sampai Bona dihadapkan...