Ruang Hati yang Tak Bercahaya

268 22 0
                                    

Dear semesta

Semesta, ini pertama kalinya aku akan bercerita padamu. Namaku Bona, 21 tahun. Cukup sulit bagiku menghadapi semua cerita cerita ini, dan aku butuh sesuatu untuk berbagi.

Semesta, kamu tau apa yang dilakukan wanita ketika mengetahui lelaki yang ia cintai membohonginya?

Mereka akan melakukan penyangkalan dan pembelaan terhadap lelaki tersebut. Sampai bukti nyata di pampangkan ke hadapan mereka.

Saat itu perayaan sweet seventeen anak bosku, kami semua yang bekerja di butik libur untuk turut hadir di perayaan itu. Pestanya manis dengan konsep ala ala princess, seluruh gedung dihiasi dengan warna putih pink, bunga menumpuk disana sini dan balon balon jumbo ditata sedemikian rupa menambah mewah acara pesta.

Awalnya semuanya biasa saja dengan bayaknya tamu tamu penting yang hadir, kami hanya sekedar berbisik ah oh sesekali. Maklumlah lebih banyak rekan bisnis bos kami yang hadir daripada teman teman SMA putrinya yang sedang merayakan ulang tahun.

Sampai Akhirnya Raya mendadak histeris setelah melihat Bg Arbi masuk ke dalam gedung bersama seorang wanita dan dua orang anak. Istri dan anak anaknya.

Ia tampak bersalaman dengan keluarga bosku dan bergabung di meja yang sama. Seketika itu, kau tahu semesta, dunia runtuh tepat di depan mataku.

Istri dan putra putri mereka memilih memisahkan diri ke meja yang dihuni oleh istri bosku. Kau tau semesta, meja bg Arbi tepat bersebelahan dengan meja yang kami duduki. Jarak satu meja bundar ke meja bundar lainnya mungkin hanya berkisar dua meter.

Setelah mengobrol beberapa saat, barulah Bg Arbi sadar bahwa ada aku di meja sebrang yang sedang patah hari berat.

Aku pura pura tidak melihatnya, seolah sibuk memainkan ponsel. Bagaimana mungkin aku masih sanggup bertatapan dengannya setelah melihat ada dua tangan anak kecil yang ia genggam saat berjalan masuk tadi.

Sepanjang acara, aku lebih sibuk menata ekspresi wajah, agar tidak satu pun yang tau apa yang sedang menderaku.

Raya mengomel tidak jelas soal patah hatinya, katanya dia sudah sempat membayangkan kehidupan pernikahan bersama bg Arbi. Lalu bagaimana dengan aku, semesta?

Aku adalah kekasihnya, bersamanya aku berbagi ciuman pertamaku, berbagi masalah keluarga yang selama ini ku tutupi rapat rapat, berbagi malam malam dengan banyak tawa dan sentuhan.

Lalu aku mendapati pacarku, ternyata sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Saat itu, aku hancur. Hancur dan tetap tak bisa menunjukkannya pada siapapun.

Awalnya ku pikir aku akan sangat membencinya, lalu segera melupakannya karena merasa jijik. Semuanya akan lebih mudah jika itulah yang terjadi.

Tapi selepas di pesta itu, perasaan rinduku kepadanya justru bertumbuh semakin hebat. Aku menghabiskan malam menunggu telepon atau sekedar pesan darinya, menunggu penjelasan keluar dari mulutnya.

Mungkin aku akan bisa mengerti jika ia menjelaskan sesuatu, tapi dia bungkam untuk sebulan itu, semesta.

Aku mungkin sempat marah tapi kemarahan itu bahkan tak bertahan sehari saja. Bagaimana mungkin aku membencinya semesta? Apakah pernikahan dan kedua anaknya bisa kujadikan alasan untuk membencinya?

Apakah kebohongannya bisa ku jadikan alasan untuk menangis meraung raung meminta pertanggung jawabannya? Tapi semesta, dia bahkan tidak berbohong kepadaku. Dulu saat ku tanya apa dia belum menikah, hanya angkatan bahu yang ia berikan.

Sebulan lamanya kebisuan kami, aku yang menyerah dengan memintanya datang ke wisudaku.

Semesta, sudah lama sekali aku membayangkan akan memamerkan bg Arbi kepada teman teman kuliahku. Bahwa ada orang hebat yang kini mendampingiku. Tapi impian itu sirna begitu saja.

Titik Nol (Complited)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang