Tiga Puluh Sembilan~

7 0 0
                                    

--17.45--
Fey tertidur didepan ruang perawatan, badannya bersender pada tembok, sedangkan kepala yang awalnya bersender ditembok juga, kini dipindah oleh Rey ke pundaknya. Ia tak tega melihat Fey seperi itu. " Kenapa sama Aldy lo gini sih Fey? Tapi sama gue, ngerespon gue bentar aja susah banget. " gumamnya sambil menatap Fey yang terlelap.

Rena masih ada didalam, disusul Dena yang juga menunggu didalam menemani Rena. Fey dan Rey tidak tahu bagaimana keadaan Aldy sekarang, entah dia sudah bangun, masih pingsan, atau yang lainnya. Semuanya begitu melelahkan.

Didalam ruangan, sejak pukul 17.10 Aldy sudah sadar. Ia memerhatikan sekelilingnya, sedikit berputar tapi ia mencoba untuk duduk. Ia kaget karna hanya Rena dan Dena yang ada didalam. Ia memutari ruangan, benar-benar hanya ada mereka bertiga.

" Kamu jahat ya, yang dijenguk pas sakit cuma Bang Rey doang. Aku sakit kamu ga peduli. " dumelnya dalam hati, kecewa karna Fey tidak datang. Padahal sebenarnya, Dena dan Rena yang melarang siapapun masuk, apalagi Fey. Tidak boleh ada yang masuk kecuali mereka berdua. Sampai-sampai mereka mengunci pintu ruang perawatan dari dalam.

Tiba-tiba dokter mengetuk pintu, membuat Dena dan Rena kaget lalu membuka pintunya. Sedangkan Fey, ia terbangun dari lelapnya tidur. Rey hampir tertidur saat itu, hanya saja karna dokter mengetuk pintu, ia kembali terjaga. Fey segera berdiri, ia menunggu dokter keluar dari ruang perawatan tersebut.

30 menit dokter didalam bersama Aldy, Rena, dan Dena. Saat keluar, dibelakang dokter itu diikuti Dena dan Rena. Entah apa yang Aldy sampaikan, tapi mereka sudah diluar sekarang. " Yang namanya Fey? Boleh masuk. " kata sang dokter kemudian Fey menoleh dan mengiyakan. " Iya, saya Fey. Terima kasih dok " katanya lalu masuk kedalam ruangan.

Fey mengetuk pintu tiga kali, ia pun membuka pintunya. Terlihat Aldy berbaring membelakangi Fey. Fey mendekat lalu duduk dikursi dekat tempat Aldy berbaring. " Hai. Masih sakit? " tanya Fey sedikit ragu-ragu. Awalnya Aldy tak merespon, menoleh pun tidak. Hanya saja terlihat ia sedang menarik nafas berat. Fey memutuskan untuk memegang bahu Aldy. " Dy? " panggil Fey kemudian. Aldy menarik nafas berat (lagi). Setelah itu ia mengubah posisinya menjadi duduk, tetap membelakangi Fey.

" Kenapa dateng? Kenapa ga ngurusin bang Rey aja? Kenapa gaada pas aku sakit? Kenapa kamu biarin aku ditemenin sama dua cibicibian kayak mereka? " tanyanya beruntun dengan nada yang sedikit demi sedikit dinaikkan.

Fey menarik nafas panjang. " Gua jelasin, tapi ngadep sini. " kata Fey dengan nada menyuruh. Aldy terdiam sebentar, lalu ia membalikkan badannya. Menatap Fey serius, hampir tak berkedip. Fey tersenyum hambar. " Oke, pertama gue dateng dari jam 4 tadi. Dan sekarang udah mau jam 6. Kedua, gue sama kak Rey juga kok. Ketiga, gue gaboleh masuk, pintunya dikunci dari dalem sama mereka. Setengah jam kali gue ketiduran dilantai depan ruang perawatan. " jawab Fey yang diakhiri dengan nada malas, pembelaan diri.

Aldy terkejut, Fey menunggunya selama itu, ia tak membiarkan Aldy sakit sendirian. Aldy hanya bisa menunduk, tak merespon lagi. Kemudian Fey mengeluarkan sesuatu dari tasnya. " Nih, udah hattrick kan? Janji gue ngasih hadiah. " katanya sambil memberikan hadiah tersebut. Aldy mengangkat mukanya, ia menerima hadiah itu dan tersenyum. " Makasih. " katanya. Fey hanya mengangguk dan membalas senyuman Aldy.

Keluarga Aldy sudah menunggu didepan pintu pertandingan, mereka tidak boleh masuk karna tak punya tiket, juga karna tiket sudah habis terjual. Sebelum pulang, Aldy bertanya satu hal lagi pada Fey, " Fey, kok mau nungguin aku sih? " tanya nya dengan nada bingung. Fey hanya tersenyum miring, ada-ada saja pertanyaan seperti itu. Fey memukul pundak Aldy pelan karna reflek. Ia juga sedikit tertawa. " Hah? Lo kan temen gue Dy, ato sahabat kali ya? Masa lo ngenes gitu gue biarin hahaha " katanya santai yang hanya dibalas diam oleh Aldy. Seketika Fey merasa salah jawab.

Akhirnya Aldy berpamitan pada teman-temannya, termasuk Fey dan Rey. Ia pulang kerumah bersama keluarganya. " Kok gue ditinggal sih? " tanya Fey sambil menyenggol Rey. " Hah? Iya tadi gua dipanggil coach, penyerahan piala. " jawabnya tenang lalu berjalan pergi. Fey manggut-manggut.

Saat pulang, Fey bingung akan pulang dengan siapa, transportasi sewaan penuh, kak Belva bersama temannya. Rey juga bersama Patput karna kakinya masih sakit. Motor Rey tak terpakai, awalnya ia ingin menelfon orang tuanya agar ada yang datang untuk mengambil motor, tapi seketika Dio datang mendekati Rey. Dio bilang ia mau membawa motor Rey. Dengan cepat Rey mengiyakan.

Melihat teman sekelasnya membawa motor sendirian, Fey pun berlari mendekatinya. " Diooo ma broo!!!! " sapa Fey berbasa-basi. Dio hanya memutar bola matanya malas. " Mau minta apa Queen Fey yang syantik? " tanya Dio malas, seakan mengerti maksud Fey. " Gue nebeng donggg sampe gang depan rumah aja, please!! " pinta Fey memohon-mohon pada Dio. Dio tersenyum, " Iyaiya, sini naik. " katanya lalu menyuruh Fey naik. Mereka memang dekat, karna awal kelas 10 mereka sempat satu kelompok dan sampai sekarang Fey menganggap Dio kakaknya, begitupun Dio, ia menganggap Fey adiknya.

Rey yang melihat itupun langsung turun dari motor Patput dan berlari menuju motornya yang dipakai Dio. " Eh eh, stop! Kalo Fey naik motor gue, gue aja yang nyetirin. " kata Rey sambil menyuruh Dio turun. Fey mengerti, sifat menyebalkan lelaki ini kembali lagi. " Kak Rey, or Abang Reyyy kan masih sakit tuh, udah sama kak Put aja. Gue sama Dio, ok? " kata Fey melerai lalu menyuruh Dio naik lagi. " Ehh ga ga! Pokoknya lo sama gue. " jawab Rey kekeh, tak terima penolakan.

Tiba-tiba coach berteriak, " Eh! Itu Rey bareng sama Patput aja, kakinya masih sakit. Kalo dia yang nyetir bahaya. " suruh coach yang membuat Rey tak bisa membantah. Seketika raut wajahnya terlihat kesal, ia cemberut, marah karna tak bisa pulang menggonceng Fey.

Saat hendak naik motor Patput, Fey meneriaki Rey. " Abang Rey hati-hati ya hahahaha " ejek Fey dengan tawa yang keras, lalu ia berangkat mendahului Patput dan Rey. Rey yang menoleh hanya tersenyum tipis. " Dasar, gajadi kesel kan gue. " batinnya lalu menaiki motor Patput.

Mereka pun pulang beriringan, menyusuri jalan, lalu sesekali ada yang memencar kearah berbeda menuju rumahnya masing-masing.

Live, Food, and Football. Lil Bit Love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang