Nafsu

4 3 0
                                    

"Gue gak mau jadi monster!!!" teriak Raphael.

Ia berlari kedalam rumah dan melihat Stevan membawa piring dan sendok.
Nafsu itu hampir menguasai dirinya lagi tapi ia segera berlari menaiki tangga untuk menjauhkan pikiran jahat tersebut.

"Raph! Raphael!!" panggil Viko yg tak mendapat respon sama sekali.

Ia menyusul saudaranya tersebut tapi yg ia dapatkan adalah sebuah bantingan pintu.

Gubrak!!

"ANJIRT!!!" teriak Viko sambil mengusap wajahnya yg merah karena ditubruk truk//plak//

Raphael menutup semua tirai dikamarnya , mengunci pintu balkon kamarnya , dan tak lupa mematikan lampu.

"Gue monster...! Lebih baik gue mati..!" gumam Raphael lalu memecahkan perabotan kaca dikamarnya.

"Raphael jangan nekad!!!"

Viko pun mendobrak pintu itu dengan sekuat tenaga hingga terbuka. Pintunya tidak dikunci.

"Raph!" teriak Viko sekali lagi.

Ia lekas meraih tangan Raphael yg menggenggam pecahan kaca tersebut hingga akhirnya mereka saling mendorong.

"Pergi Vik!! Gue gak pantes ada didunia ini!! Gue gak pantes jadi bagian dari keluarga ini!!!" bentak Raphael sambil menggunakan tangan kanannya untuk mengambil tongkat bisbol yg ia pukulkan ketubuh Viko.

"Gak Raph! Lo adek gue! Gue gak bisa biarin lo pergi duluan!! Gue gak bermaksud ngatain lo monster... Gue.. Gue yg salah.. Kendaliin diri lo Raph...!" balas Viko yg semakin menundukan kepalanya.

"Viko... Lo bener.. Gue monster.. Dan monster gak pantes ada didunia ini."

Duagh!

Duagh!

"Raphael berenti!!!"

Akhirnya Viko berhasil meraih tongkat bisbol yg Raphael gunakan untuk memukuli dirinya sendiri. Dan membuangnya kebelakang.
Tapi sayangnya ia melupakan satu hal.
Saat Viko mengetahuinya ia sudah terlambat.
Raphael memotong urat nadi dipergelangan tangannya.

"RAPHAEL BAKA!!! Apa yg lo lakuin?!!!" sewot Viko lalu juga membuang pecahan kaca digenggaman Raphael.

"Udah gue bilang.. Gue gak pantes ada disini..." ucap Raphael lalu roboh dipelukan Viko.

"Gue ngerti Raph... Gue ngerti lo kesiksa kalo lo gak minum darah terlalu lama.. Gue abang lo dan gue gak mau kehilangan lo.." kata Viko sambil membuka beberapa kancingnya , menunjukkan leher dan pundaknya pada Raphael.

"Minum darah gue.." suruh Viko.

Raphael tak mampu menjawabnya dan hanya menggelengkan kepala.

"Gue bilang cepet minum Raph!!!" bentak Viko.

Raphael tetap memberikan jawaban yg sama. Tenggorokannya kering dan terasa sakit. Nafasnya semakin menderu dipelukan kakaknya , tetap menahan nafsu yg seharusnya ia penuhi.

"Raph.. Untuk yg terakhir kalinya gue suruh lo.. Atau gue ikut mati sama lo!!!"

Kedua manik merah itu langsung menyala dengan terangnya dan menatap manik biru dihadapannya dengan sendu.

Real FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang