2. Meet Karenina

4.7K 497 10
                                    

"Mas beneran nggak mau nyoba dulu?"

Juna menggeleng, untuk yang ketiga. Tunggu, sudah lima kali malah. Dia ditawari hal yang sama. Dijawab sama pula. "Saya nggak tertarik, Mbak. Saya di sini cuma mau ketemu Nina."

Lagian, apa sih, dicoba-coba. Juna bukannya anti kamera. Dia senang mengabadikan setiap momen di dalam lensa. Tapi untuk berdiri di bawah lampu-lampu besar, sorot yang memedihkan mata, rasanya tidak terbayang. Apalagi harus diatur gayanya. Belum lagi kalau sang kameramen belum puas dengan hasilnya. Mereka harus re-take puluhan kali.

"Serius nggak mau? Gede lho uangnya."

"Maaf, Mas—Mbak." Juna sampai salah sebut, padahal sejak tadi dia sudah hati-hati. "Saya beneran nggak minat."

Lelaki setengah melambai itu masih di sampingnya. Mengipasi dirinya sendiri dengan kipas bulu. Beberapa kali sempat mengipasi Juna juga. Juna rasanya ingin bersin ketika bulu-bulu berwarna mencolok itu dikibas-kibaskan di dekatnya.

"Kenapa sih nggak mau? Nanti bisa coba bareng Nina dulu. Udah kenal banget, 'kan? Pasti enjoy-enjoy aja. Berasa nggak kerja."

Juna menghela napas lelah.

"Sayang mukamu yang good looking ini kalau cuma buat post di instagram doang. Dunia harus kenal kamu. Nih, ya. Modelling ini bisa banget jadi batu loncatan. Kalau kamu bisa improve diri, dalam waktu sekejap. Voilaaaaa. Jadi aktor, bintang iklan, MC, penyanyi—"

"Mas, udah ya. Saya capek dengarnya."

Dia berdehem. Kembali mengipasi diri lagi. "Pacarnya Nina, ya? Pacar baru? Soalnya aku baru lihat kamu."

Juna kira orang di sebelahnya—yang dia tidak ingin tahu namanya—sudah diam dan tidak mengganggu lagi.

"Iya." Bodo amat kalau Nina ngamuk nanti. "Bantuin saya jaga Nina dong, Mbak. Saya cemburuan soalnya. Nina 'kan cantik. Apalagi dia welcome banget sama orang lain. Takutnya sih banyak yang deketin."

"Oh, tentu, tentu. Jangan khawatir."

Sambil mengangkat gaunnya tinggi-tinggi, Nina mendekat. "Ngapain, Jun?"

"Melipir sebentar. Mau ngajak makan siang. Bisa?"

"Order aja gimana? Gue belum selesai. Pakai gaun gini nggak bisa bebas keluar."

"Make-up lo gimana?"

"Nanti touch-up lagi."

Melepas high heels dan menggantinya dengan sandal jepit, Nina mengajak Juna ke salah satu ruangan. Ada beberapa kursi. Juna menarik satu kursi ke dekat jendela, membuka kaca kemudian menyelipkan satu batang rokok di sela bibirnya. Saat akan menyulut dengan korek api, dia melihat gaun putih Nina yang mungkin akan bau rokok. Jadi dia menyimpan kembali rokoknya.

Mengeluarkan ponsel dari saku, membuka aplikasi ojol. Memilihkan makanan secara random. Nina bisa makan makanan apa saja. Tidak terlalu merepotkan. Masalah diet? Nina makan sekarung juga tetap langsing. Tidak jadi lemah. Entah jadi apa.

"Diajak ngobrol apa aja sama Shinta?"

"Oh, namanya Shinta?"

"Samudera sebenernya."

Juna mengumpat pelan. Alih-alih membahas gender, dia lebih mengutarakan kejengkelannya. "Dipaksa nyoba modelling. Gue udah nolak ya. Intinya nggak mau. Dia masih aja mrepet."

"Nanti gue marahin dia."

"Asisten lo yang baru?"

"Bukan. Manajer sih lebih tepatnya." Mengedikkan baju. "Tumben lo nyamperin?"

WOMANIZER [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang