“Juna ke Jogja sejak kemarin, Dan.” Itu suara Mbak Nana yang menginterupsi Danisha yang mengetuk pintu kos Juna.
“Oh, terus pulangnya kapan, Mbak?”
“Kurang tahu, Dan. Coba telepon aja.”
“Nggak diangkat.”
“Nomornya aktif kan tapi?”
“Iya.”
Mbak Nana kemudian menyimpulkan sendiri. Mungkin karena masalah tempo hari, Juna jadi menarik diri untuk sementara waktu dari perempuan ini. Dia menghampiri seraya mencari kontak Juna.
Nada sambung ke enam, akhirnya diangkat. Mbak Nana menekan loudspeaker.
“Halo, Mbak. Tumben telepon? Ada apa?”
“Harus ada alasan dulu nih?”
“Ya nggak, hehe. Kenapa?”
“Ini,” Mbak Nana menatap Danisha. Dibalas dengan gelengan. “Nggak apa-apa. Si Kembar nanyain, kapan pulang.”
“Lusa pulang.”
“Kerja ya di Jogja?”
“Liburan.”
“Tumben. Nggak lagi kabur dari Danisha, ‘kan?” Mbak Nana ini mulutnya sebelas-duabelas dengan suaminya. Mengingat dia juga ada di mobil dua malam lalu, ikut menyaksikan meski tidak mendengar jelas pertengkaran Juna dan Danisha.
Jeda sesaat.
“Jun?”
“Eh, sori, Mbak. Barusan lagi gotong printer. Tadi tanya apa?”
“Nggak lagi kabur dari Danisha, ‘kan?”
“Nggak.”
“Kok dia telepon nggak diangkat?”
Mampus. Danisha ingin menjedotkan kepalanya sendiri ke tembok. Atau mengubur diri hidup-hidup sekalian.
“Danisha lagi di situ ya?”
“Iya. Mau bicara?” Mbak Nana kemudian menatap Danisha penuh rasa bersalah. Dia kelepasan, sungguh.
“Nggak, Mbak. Salamin aja.”
Setelahnya sambungan berakhir. Juna tidak berbasa-basi bertanya hal lain. Ditutup begitu saja.
“Juna lagi marah ya?” Danisha seperti bertanya ke diri sendiri. Jawabnya pun dia sudah tahu. Juna berhak marah.
“Kamu ‘kan denger sendiri suaranya. Nggak marah dia.”
“Tapi dia kalau marah emang gitu, ‘kan. Nggak kelihatan marah, tapi nyuekin. Jaga jarak.”
Mbak Nana terkekeh ringan. “Nah, itu tahu.”
Setelahnya, Danisha pamit. Menolak tawaran untuk ngopi dulu di rumah Mbak Nana. Meski hari ini jadwalnya kosong.
Mobilnya menepi di minimarket dekat gerbang kompleks. Membeli minuman dingin untuk setidaknya sedikit meluruskan pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WOMANIZER [End]
Romance[family-romance-friendzone] Imej Juna sebagai lelaki sudah hancur sejak ... entah sejak kapan. Dia adalah lelaki brengsek bagi mantan-mantannya. Puluhan kali membuat perempuan-perempuan menangis dan selalu mendapat hadiah tamparan. Tapi sudah biasa...