Juna sempat terlelap beberapa saat sebelum pintu kamarnya diketuk. Dia membiarkan. Berpikir jika itu Mas Rizki yang akan ngomel atau mengajaknya merokok di halaman. Tapi gedoran ketiga, Juna terpaksa bangkit. Dia tahu siapa yang datang. Bukan Mas Rizki.
Bener dugaannya. Nina ada di depan pintu sekarang. Dengan raut wajah yang tak tertebak. Lebih tepatnya, Juna malas menebak.
“Kali ini kenapa?” Mau tak mau, Juna bertanya ketika Nina masuk begitu saja dan mengempaskan diri ke kasur.
“Jun, gue bawa makanan.”
“Terus?”
“Temenin makan.”
“Mana? Lo nggak bawa apa-apa.”
“Abang ojol-nya lagi otw.”
Juna mengacak rambutnya, gusar. “Keluar. Gue mau tidur.”
“Si Kembar nangis lo apain?”
Merebahkan tubuh di sebelah Nina. “Gue godain soal kolam renang yang gede.”
Nina memukul punggung Juna. “Mereka nangisnya imut.”
“Ya kali ada nangis yang imut.”
Juna bersiap memejamkan mata. Masa bodo dengan Nina yang minta ditemani makan.
“Jun, besok main ke panti, ya. Gue udah bilang ke Danisha sama Vian. Mereka free besok.”
Bergumam dengan suara serak. “Kebiasaan. Bikin acara tapi nggak tanya gue dulu. Semena-mena.”
“Besok lo kerja?”
“Kerja.”
“Yaelah, Jun.” Nina berpindah posisi, menyamping. Memeluk Juna yang membelakanginya. Membujuk. Wajahnya menumpu di punggung kokoh itu.
“Gue kangen pengin ke sana. Udah lama, ‘kan? Terakhir kapan sih? Awal tahun. Emang lo nggak kangen?”
“Nggak.”
“Nggak kangen Sena?”
Juna diam. Kalah. Jika beberapa orang berusaha memahami Juna dengan tidak menyebut nama itu, maka Nina adalah orang yang memaksa Juna untuk tetap ingat.
Nina bangkit, membuka jendela, kemudian duduk di tepian kasur. Sementara Juna masih membelakanginya. Dia sudah memeluk punggung itu berkali-kali. Namun, berkali-kali pula, punggung itu masih saja rapuh. Nina gagal menguatkan Juna dengan cara itu. Maka dia memilih membuka semua kenangan, tanpa takut membuat Juna terdiam seperti sekarang.
Mungkin saja, kenangan-kenangan itu justru menguatkan Juna.
Atau justru sebaliknya?
***
Si Kembar Juna dan Sena selalu mampir hampir setiap hari, kecuali Minggu. Ralat, kadang Minggu mereka juga bertandang ke panti. Diantar jam sekian, dijemput jam lima. Selalu begitu. Mereka jarang bergabung makan malam dengan penghuni panti.
KAMU SEDANG MEMBACA
WOMANIZER [End]
Romance[family-romance-friendzone] Imej Juna sebagai lelaki sudah hancur sejak ... entah sejak kapan. Dia adalah lelaki brengsek bagi mantan-mantannya. Puluhan kali membuat perempuan-perempuan menangis dan selalu mendapat hadiah tamparan. Tapi sudah biasa...