34. Messed Up

1.3K 292 52
                                    

“Udah selesai ngomong sama Dewa?”

Satu jam ini, sejak Juna kena amuk Danisha, Nina dan Vian memutuskan untuk tetap di sana. Duduk menunggu di sofa apartemen Danisha, sementara pemiliknya berbicara dengan lelaki itu di atap. Lebih mudah untuk meninggikan suara di sana tanpa cemas akan didengar orang lain.

Pikiran Nina benar-benar berkecamuk. Dengan jelas dia melihat luka di wajah Juna, tapi bodohnya, dia justru mematung. Tidak membela lelaki itu. Ke mana semua sikap impulsifnya? Juna dihakimi seperti itu tapi Nina malah diam saja menonton. Bagus sekali, Nin.

Jujur, dia sakit melihat Juna disakiti seperti tadi. Dia marah. Sungguh. Apalagi yang tega melakukan itu adalah Danisha. Yang selama ini menjadi bagian dari mereka. Orang yang juga disayangi oleh Juna.

Entah ada masalah apa antara Danisha dan Dewa. Nina tidak tahu. Tapi yang jelas, Juna tidak akan memukul orang sembarangan. Ada alasan kuat kenapa Juna sampai memukul Dewa.

“Udah. Kalian mau tidur di sini?” Danisha bertanya lelah.

Nina menyibak rambut dengan kedua tangannya. Ada yang ingin meledak dalam dirinya. Tapi dia masih berusaha menahan. Tidak sekarang. Tidak ketika mereka sama-sama lelah.

“Dan, kamu nggak seharusnya ngomong gitu ke Juna.” Vian di luar dugaan, justru mengungkit hal itu.

Sebelum Nina ikut terpancing, dia lekas berdiri, meraih jaket di lengan sofa. Memotong bantahan apa pun yang akan keluar dari mulut Danisha. “Kita pulang, Vi. Biar sama-sama tenang dulu. Gue nggak mau ngamuk sekarang. Biar Danisha introspeksi diri dulu atas omongan dia ke Juna tadi.”

“Gue nggak salah. Dia memang udah keterlaluan.” Danisha membela diri.

Nina membanting jaketnya ke sofa. Tidak ada besok-besok. Dia akan tuntaskan sekarang. Singkat saja. Dia berjalan cepat hingga tiba di depan Danisha. Menatap tajam. Tidak ada yang bisa menahan amarahnya lagi.

“Lo jadi sensi ke Juna setelah tahu kalau ternyata dia suka sama lo? Lo bahkan marah-marah ke dia atas perasaan itu. Kayak salahnya udah melebih dunia seisinya aja. Reaksi lo waktu itu sangat berlebihan, Dan. Termasuk tadi. Juna cuma belain lo, nggak maksud mau ngekang atau apa. Kalau lo nangis-nangis disakiti laki-laki, dia juga yang susah!”

“Perasaan dia ke gue jelas salah, Nin. Kalau lo nggak ngerti apa yang gue rasain, mending lo diem.”

“Gue tahu, Danisha, gue tahu rasanya gimana! Sumpah demi apa pun gue tahu!!” Nina menunjuk dirinya sendiri. Napasnya naik turun menahan gelegak emosi yang kian mendesak. “Gue ada di posisi Juna! Gue tahu rasanya mencintai sahabat sendiri itu gimana rasanya, gue tahu, Danisha!”

Danisha terhenyak, tampak terkejut setelah menelaah kalimat itu. “N-nin?”

“Iya. Kenapa? Gue cinta sama Juna, Dan. Gue cinta sama dia. Asal lo tahu aja, Juna udah tahu tentang perasaan gue!” Nina sudah lepas kendali. Demi wajah terluka Juna yang kembali membayang. Juga demi lapisan bening yang sudah menggenang di sudut matanya.

“Nggak mungkin, Nin. Kita semua tahu gimana lo suka Rian.”

“Dia cuma pelarian. Astaga.” Nina tertawa bersamaan dengan air mata yang meluncur. “Sekian tahun gue sama Rian, gue gagal buat ngelupain perasaan suka gue ke Juna. Sakit banget rasanya, Dan. Satu sisi, gue pengin banget Juna tahu apa yang gue rasain. Dan iya, cepat atau lambat, dia akhirnya tahu. Lo tahu jawaban Juna gimana?”

WOMANIZER [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang