Si Kembar langsung menghambur begitu Juna turun dari ojek online. Tadi, ketika ojek yang Juna tumpangi berhenti di depan gerbang yang sedikit terbuka, si Kembar yang sedang bermain air di kolam plastik langsung melempar bebek mainan dan berlarian menyambut ayah sekunder mereka.Juna kewalahan menerima pelukan si Kembar. Dia nyaris terjengkang. Salahnya juga yang berjongkok dan membiarkan si Kembar mengalungkan tangan di leher. Melupakan jika kaus dan celana Juna ikutan basah. Anak-anak ini merindukannya, itu yang lebih mengharukan.
Mbak Nana keluar membawa mangkuk. "Eh, udah pulang, Jun? Udah kayak Bang Toyib aja. Pagi masih keliatan di kos. Sorenya langsung ke Bali, tiga hari pula. Itu anak-anak gue rewelnya ampun-ampunan."
Juna nyengir sambil mencoba melepaskan diri. Si Kembar mau makan siang dan dirinya ingin merebahkan punggung di kasur. Untunglah si Kembar bisa dibujuk. Setelah mendengar panggilan mamanya dari teras, mereka memenuhi panggilan dengan baik. Juna bernapas lega. Tidak perlu ada drama dadakan seperti si Kembar yang memalak es krim sekarang juga. Sehingga dia bisa istirahat.
Sebelum melangkah ke kamar kosnya, Juna menuju teras itu. Mengeluarkan plastik dari dalam ranselnya. Meletakkannya di meja dekat Mbak Nana duduk. "Oleh-oleh dikit, Mbak."
"Wah, ngerepotin. Makasih banyak, Jun."
Si Kembar sudah berkerumun di dekat kakinya. Tandanya Juna harus segera pergi dari sana sebelum mereka berubah pikiran dan bukannya makan siang disuapi mamanya malah ikut Juna tidur siang-seperti yang sudah-sudah.
"Om!" Entah Dafa atau Rafa yang memanggil.
Ya ampun.
"Apa?" Juna menoleh, urung memasukkan kunci ke lubang pintu.
Nyengir lebar dengan kompak. "Es klim!"
Tuhkan.
Beruntung Mbak Nana langsung menimpali. "Om Juna capek, Daf. Biarin istirahat dulu. Nggak sedih kamu lihat muka Om Juna pucat gitu?"
Si Kembar langsung menatapnya iba. Berbeda dengan sedetik lalu yang memasang wajah andalan ketika minta jajan es krim. Anak-anak itu ternyata sudah mengerti.
Melihat muka si Kembar yang nyaris mewek, Juna tak tega juga. "Iya, Om tidur bentar ya. Nanti sore beli es krim deh."
Si Kembar masih menatapnya iba. Tapi mengangguk juga. Dasar.
"Jun, nanti minta uangnya ke bapaknya anak-anak." Mbak Nana berpesan sebelum Juna membuka pintu dan melangkah masuk. Juna tidak mengiakan.
Menepati janji, sorenya dia muncul di pintu dengan menggaruk rambut, menguap sekali dan memindai mencari keberadaan si Kembar. Sore begini biasanya sudah mandi dan cemong-cemong penuh bedak sebadan sewajah-siap digoreng.
Rambut si Kembar klimis rapi. Harum minyak telon dan bedak memenuhi rumah itu. Si Kembar langsung lompat dari sofa ruang tamu. Siap diajak jajan ke minimarket.
Juna masih gembel; celana jins berwarna pudar selutut dan kaus hitam tanpa lengan. Badannya juga bau kecut. Sungguh berbanding terbalik dengan si Kembar. Tapi bodo amat. Mereka nggak protes ini. Senang-senang saja ketika melangkahkan kaki melewati gerbang. Berebutan menggandeng tangan Juna.
Kasir yang berjaga sampai heran. Dia mengenal siapa bapak si Kembar ini, tapi seringnya dia menemui Juna yang mengajak mereka jajan.
"Bapaknya pelit." Juna menjawab asal ketika ditanya sungguhan. "Kenapa sih? Anggap aja mereka anak gue."
Andaikan Mas Rizki mendengar ini, pasti Juna kena tampol sendal.
Sambil menunggu ritual si Kembar yang memutari minimarket sepuluh kali-oke, bercanda-Juna mengeluarkan ponsel. Menyandarkan pinggang di lemari frozen food yang berada di pojokan. Membuka chat di grup, kira-kira dua jam lalu ketika dirinya masih tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
WOMANIZER [End]
Romance[family-romance-friendzone] Imej Juna sebagai lelaki sudah hancur sejak ... entah sejak kapan. Dia adalah lelaki brengsek bagi mantan-mantannya. Puluhan kali membuat perempuan-perempuan menangis dan selalu mendapat hadiah tamparan. Tapi sudah biasa...