6. Triple-Trouble Maker

2K 313 2
                                    

“Mas Rizki, anak-anak lo nih!”

Juna masih mengucek mata yang lengket. Menggaruk rambut yang gatal. Semenit yang lalu tidurnya terganggu dengan suara kecipak air. Bau bedak bayi dan minyak telon menyerbak memenuhi kamar kosnya.

Tapi ada yang lebih penting dari itu. Akuarium bulat yang semula di atas meja, kini berpindah ke lantai. Dijadikan ramunan oleh dua tuyul itu. Juna mengerjapkan mata lebih lebar. Alarm di kepalanya seketika menyala.

“Mas Rizki, anak-anak lo ngobok-obok ikan gueee!” Juna histeris sendiri begitu nyawanya dipaksa berkumpul dan dia sadar apa yang dilakukan si Kembar.

Rizki tergopoh muncul di pintu. “Salah sendiri pintu nggak dikunci.”

“Gue baru pulang Subuh. Boro-boro ngunci pintu. Ini gue masih pake kemeja lengkap.”

Juna lompat dari kasur. Nyaris tersungkur karena terbelit selimut. Dia harus segera menyelamatkan ikan-ikannya. Pertama, dia meraih tangan Rafa, tapi langsung ditepis. Juna ganti mencekal tangan Dafa, ditepis juga.

Tolong, Juna tidak sesabar ini. Meski dia sudah terbiasa menghadapi trio troublemaker yang jauh lebih mengesalkan, tapi tolong ini masih pagi. Memang hanya dua, masih balita pula. Seharusnya lebih mudah ditangani.

“Rafa, Dafa, udah dong. Kasihan ikannya. Mereka stres kalian obok-obok gitu.”

“Ikannya nggak mau dipegang,” rajuk Dafa.

Rafa tak mau menyerah, tangannya lebih gesit. Bahkan air di dalam akuarium sudah membasahi lantai.

“Dapet satuu! Dapeeet yeaayy!” Rafa berseru girang. Mengangkat tangan ke udara. Ikan cupang seukuran kelingking itu tampak megap-megap.

Baik. Sudah cukup. Juna ambil tindakan. Dia meraih tangan yang teracung tinggi itu, merebut paksa ikan dalam genggaman—sebelum mati kehabisan napas—dan mengembalikannya ke akuarium.

Rafa siap menangis. Tapi melihat saudara kembarnya masih sibuk menangkap ikan, maka dia memutuskan ikut mengaduk akuarium lagi.

Juna mengacak rambutnya sendiri. Harus dengan cara apa membuat dua tuyul ini enyah dari kamarnya tanpa membuat salah satunya menangis? Karena yang sudah-sudah, ketika si Kembar menyambangi kamarnya, perlu usaha ekstra untuk membuat mereka mau pergi.

“Kena gigit awas nangis.” Juna mengingatkan.

Sedetik. Dua detik. Apa yang dibilang Juna sungguhan terjadi. Dafa yang kena gigit ikan cepat-cepat menarik tangannya dari akuarium.

Suara tangis segera memenuhi kamarnya. Keduanya seperti berlomba siapa yang bisa menangis paling kencang. Padahal yang kena gigit hanya Dafa, tapi Rafa spontan ikut menangis. Juna terduduk lemas, menyerah. Menatap sedih satu ikan yang menggelepar di lantai—terlempar keluar dari akuarium.

Mas Rizki juga lepas tangan. Sejak tadi, bukannya membawa anak-anaknya pergi dari kamar Juna, justru menyandar di daun pintu—menonton. “Nah, lo bikin mereka nangis. Tanggungjawab. Gue mesti nganter emak mereka ke pasar.”

“Bilang aja kalau gue mesti jagain mereka!” Dasar anak bapak sama saja. Padahal Juna masih mengantuk, dia baru tidur dua jam. Tapi si Kembar ini memang suka merusak paginya. Tahu begini, lebih baik semalam dia pulang ke rumah Vian.

Lima menit kemudian, Juna sudah terdampar di halaman minimarket. Dia duduk di antara si Kembar yang asyik menjilati es krim. Si Kembar sudah mandi dan wangi, plus cemong-cemong penuh bedak sewajah—siap digoreng. Sementara dirinya, seperti pengangguran yang bangun kesiangan.

Kemeja putihnya sudah kusut karena dia gunakan tidur. Lalu rambut yang acak-adut belum disisir dan hanya dirapikan seadanya dengan jari.

Barusan lewat dua perempuan, hendak berangkat kerja, dan memberi kedipan ke Juna. Ah, dia digoda. Penampilan gembel begini apa menariknya?

WOMANIZER [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang