43. Hello Goodbye

2.2K 349 75
                                    

Sepulang dari acara farewell party, Juna mendapati Mas Rizki bersama si Kembar duduk menunggu di teras depan kamarnya. Pukul sepuluh malam. Juna melirik si Kembar yang sudah mengantuk tapi berusaha tetap melek, sengaja menunggu Juna?

“Mas, kok di sini?”

“Anak-anak tidur sama lo malam ini, nggak apa-apa?”

Juna menyipitkan mata. “Mau ngapain hayoo pake acara dititipin segala.”

“Gue sama maminya anak-anak udah bantu jelasin soal kepindahan lo. Mereka setengah paham, setengah lagi belum ngerti rasanya pisah sama orang kesayangan.”

Barulah Juna menyadari tatapan berbeda yang anak-anak itu berikan padanya. Ada gurat sedih yang amat nyata, tapi Juna sempat luput menyadari. Dia berjongkok. Membuka kedua lengan. Tanpa disuruh, si Kembar menghambur padanya. Mas Rizki menyingkir dari sana.

“Om Juna, Sini itu mana?” Ketika mereka sudah berada di balik selimut. Juna ada di tengah, diapit si Kembar yang memeluk perutnya.

“Hah?” Juna mengerutkan dahi.

Sini.”

Juna memutar otak. “Oh, Sydney. Sedikit jauh, Daf.”

“Sejauh apa?”

Juna mengusap kepala Dafa. “Biarpun Om Juna jauh, kalian tetap di hati Om Juna. Jadi, mau sejauh apa, nggak bakal berasa jauh.”

“Gitu ya?”

“Iya.” Juna menciumi kepala keduanya secara bergantian. “Kalau kalian kangen, minta sama Papi buat video call Om Juna ya. Nanti kalau Om Juna yang kangen, bakal gitu juga.”

Rafa bertanya polos. “Nanti di sana Om Juna sama siapa?”

“Banyak.” Juna tersenyum. “Om Juna bakal ketemu teman-teman baru di sana. Rafa sama Dafa nggak perlu khawatir. Om Juna nggak akan sendirian.”

Benelan?”

“Serius.”

“Tapi selama ini Om Juna suka sedih-sedih, kita nggak tahu kenapa. Papi juga nggak tahu.”

Ternyata anak-anak ini terlalu peka. Bukankah kalau begini mereka tidak terlihat seperti balita pada umumnya? Bahkan sudah seperti anak yang bisa diajak bicara serius soal kepindahan Juna. Mas Rizki benar, anak-anak ini setengah paham dengan keputusan yang diambilnya.

Dafa menambahi. “Papi sama Mami bilang kalau Om Juna bakal bahagia di sana. Jadi kita nggak boleh sedih lihat Om Juna pelgi. Tapi, Om, nanti kalau Om Juna pelgi, yang ngajak jajan es klim siapa?”

Juna gagal menahan tawa di antara sedih yang dia rasakan. Memang, kesan anak-anak ini padanya sebatas es krim. Awalnya begitu. Juna yang menciptakan pola itu sendiri. Dia yang sejak awal memanjakan si Kembar dengan selalu membelikan es krim. Tapi semakin ke sini, ketika mereka mulai mengerti bentuk kasih sayang yang Juna berikan, anak-anak ini semakin manis dan lengket padanya.

Termasuk malam ini, ketika mereka memilih tidur di kamar kos Juna dan meninggalkan dekap hangat mami mereka. Di kasur ini, mereka mengobrol layaknya orang dewasa. Juna tersentuh. Anak-anak ini menemaninya selama tiga setengah tahun. Menjadi bagian dalam perjalanan hidupnya. Mengisi ruang-ruang sepi. Memberinya pelajaran penting tentang arti memiliki.

WOMANIZER [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang