Chapter 27 | Damn Odette!

7K 540 38
                                    

Kurasa kalian tahu bagaimana caranya menghargai seorang penulis :)

Kurasa kalian tahu bagaimana caranya menghargai seorang penulis :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

27.

Damn Odette! (Odette Sialan!)
_________________________________________

Hari ini aku datang ke sekolah kembali bersama Geraldo dan dia juga membuatkanku sarapan lagi. Meski apa yang dia lakukan terlihat baik tetap saja mulut pedas dan ketusnya tidak bisa dihilangkan bahkan saat dia membantuku tidak ada ketulusan sama sekali darinya yang terpancar.

Dia belum benar-benar luluh kepadaku.

Sebenarnya perkataan menurut pengamatan Dixie masih terngiang-ngiang di kepalaku. Sedari tadi aku juga menatap Geraldo lekat, mencoba mencari hal yang sedang disembunyikan oleh pria itu.

Namun nihil, aku tidak menemukan apapun.

"Selamat pagi Titania."

Suara sapaan itu membuatku menoleh, mendapati seorang pria yang sudah berdiri di sebelahku yang tengah berjalan menyusuri lorong sekolah sembari memasang senyuman manis.

"Oh. Pagi, Samuel."

"Ada apa?" Samuel mengernyit. "Sepertinya ada sesuatu yang sedang kau pikirkan."

Sontak aku menggeleng. "Bukan apa-apa. Hanya memikirkan penyesalan atas keborosanku karena membeli terlalu banyak pakaian saat diskon minggu kemarin." Ucapku sepenuhnya berbohong. Perlu kau ketahui, aku tidak pernah menyesal ketika berbelanja.

Samuel ber-oh ria. "Omong-omong bagaimana dengan keadaan tanganmu? Apakah ada tanda-tanda kesembuhan? Atau sedikit perkembangan?"

Aku menggeleng. "Tidak ada yang berubah. Aku harap satu bulan berjalan dengan sangat cepat."

"Jangan menunggu. Itu pasti akan membuat satu bulanmu menjadi lebih lama," kata Samuel dan membuatku mengangguk setuju.

Senyumku terbit. "Aku tidak menunggu. Justru aku akan menikmati satu bulan ini." Satu bulan dekat dengan Geraldo untuk menaklukannya, tentu saja akan aku nikmati tiga puluh hari itu.

"Kurasa kau terlihat tidak cukup menyesal dengan kejadian buruk yang menimpamu," Samuel terkekeh. Menampilkan deretan giginya yang rapi.

"Gips di tangan ini tidak terlalu buruk juga." Aku tertawa kecil sembari menunduk untuk melihat gips putih yang masih setia membungkus tangan kiriku.

"Sayangnya percakapan singkat kita harus berakhir di sini," ujar Samuel. "Aku harus pergi ke ruang musik. Aku harus latihan dengan bandku."

"Band?" aku sedikit terkejut. "Kau punya band?"

"Hanya dua anggota. Aku dan Carmen."

"Carmen?" nama itu terdengar asing.

"Dia seorang vokalis dan aku gitarisnya. Baiklah, karena aku tidak ingin mendengarkan omelan dari Carmen karena aku sudah terlambat, i have to go."

TIGER [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang