Chapter 43 | A surprising whisper

5.9K 419 35
                                    

43

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

43.

A surprising whisper: Bisikan mengejutkan
_____________________________________________

"Itu bukan nomor Sergio."

Aku mendongak, mendapati Geraldo yang mengarahkan pandangannya pada ponsel di tanganku. Membuatku sedikit tersentak karena pria itu tiba-tiba saja sudah ada di sampingku.

"Blokir," kata Geraldo dingin.

"Tanpa perintah darimu, aku juga akan memblokir nomor pengusik yang tidak tahu malu dengan menyamar sebagai orang lain," tukasku seraya memblokir nomor orang yang mengirimku pesan tanpa pikir panjang.

"Kalian berdua sungguh mirip, aku bahkan tidak dapat membedakannya," komentarku. "Kurasa sebelum kalian lahir, Ibumu menghabiskan sekarung berlian."

Geraldo diam beberapa detik. "Aku tidak ingin membahasnya."

Dari nada pengucapannya, menggambarkan sekali bahwa Geraldo begitu sensitif dengan masalah keluarganya. Ya, aku tak akan memaksanya. Karena perlahan dia sendiri yang akan mengungkapkannya.

"Tidak masalah," aku mengikat rambutku tinggi. "Jadi, bagaimana kalau kita memulainya sekarang, tuan pelatih?"

Ia menyeringai. "Why not?"

Dengan seragam pemandu sorak yang masih melekat di badanku, Ia menunjukkan teknik-teknik dasar bermain basket yang benar. Memintaku untuk memperhatikannya sebelum mencobanya sendiri.

Terlihatlah sekarang, kapten pemandu sorak tengah berlatih bersama kapten basket sekolah.

"Pegang dengan ujung jari bukan telapak tangan," kata Geraldo saat aku melakukan dribble.

"Badanmu juga, rendahkan bukan tegak lurus seperti itu."

"Pertahankan posisi tanganmu."

Huh. Geraldo terlihat sudah seperti pelatih sungguhan saja. Suaranya begitu tegas dan membuatku sedikit tegang. Sialan, ini tidak semudah yang aku kira. Padahal setiap kali melihat, tampak mudah sekali bagiku. Tapi tidak untuk mempraktekannya.

"Sekarang, coba pandanganmu jangan mengarah pada bola lagi tapi lurus ke depan. Seperti ini," Geraldo mempraktekannya dengan sangat lincah. Membuatku terkesima.

Lantas aku mencobanya. Sedikit kesulitan saat memantulkan bola dengan pengelihatan lurus ke arah depan. Tapi semakin terus melakukannya, kurasa tidak seburuk itu permainanku.

"Bagaimana, apakah aku sudah masuk dalam kriteria kapten basket yang hebat?" tanyaku dengan perasaa bangga.

"Kau pikir semudah itu?" Geraldo terkekeh. "Itu baru dribble, ada banyak yang perlu kau pelajari jika ingin menjadi pemain basket yang andal."

Ujung bibirku tertarik. "Menjadi pasangan pemain basket yang andal saja aku sudah cukup senang."

"Kau ingin melanjutkannya lagi?"

TIGER [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang