Chapter 52 | Cry in your arms

6K 404 63
                                    

52

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

52.

Cry in your arms (Menangis dalam pelukanmu)
____________________________________________

Noah is calling you...

"Noah?"

Dahiku mengernyit tipis menemukan nama yang tidak asing karena nama itu bukanlah nama yang unik lagi. Kutersentak begitu menyadari kehadiran Geraldo yang merebut ponselnya dari tanganku. Tanpa pikir panjang, ia tidak menerima panggilan.

"Apa kau memang memiliki kebiasaan menolak panggilan seseorang?"

"Itu adalah salah satu kebiasaan yang perlu kau ingat," ucap Geraldo. "Aku hanya menerima panggilan dari seseorang jika memang penting dan darurat."

Kulipatkan tanganku ke dada sambil menyipitkan kedua mata. "Jadi panggilan itu tidak penting bagimu atau... kau tidak ingin menelfonnya di sekitarku?"

"Panggilan itu tidak penting," jawabnya tanpa ragu.

"Dari mana kau tahu jika panggilan itu penting atau pun darurat, sir?" alis kananku naik.

Geraldo menarik satu sudut bibirnya. "Insting."

"Haruskah kupanggil kau sebagai peramal Emilio? Yang menggunakan insting untuk tahu apakah seseorang yang menghubunginya akan mengatakan kabar penting atau tidak? Tapi serius, bagaimana jika itu informasi genting atau darurat yang perlu kau tahu?"

"Titania, calm down. Jika aku bilang tidak penting, berarti memang tidak penting."

"Oke, tapi siapa Noah?"

Geraldo memasukan ponselnya ke kantong celana belakang. "Manusia. Sama seperti kita."

"Oooh, kupikir dia alien dari saturnus yang diutus ke bumi untuk menyentil mulutmu. Hell, aku serius. Siapa Noah yang menghubungimu? Temanmu? Dia satu sekolah dengan kita?" Sampai kapan pun aku tidak akan sanggup menghilangkan kebiasaan ingin tahu berlebihan.

"Yang pasti dia bukan orang penting yang harus kau tahu."

"Bagaimana jika Noah yang menghubungimu adalah Noah yang kukenal? Aku punya kenalan bernama Noah, jika kau ingin tahu mungkin," jawabku.

Geraldo diam sesaat. "Dia sepupuku."

Aku berdecak. "Jika kau menjawab dua kata itu sedari tadi, seharusnya percakapan ini tidak menjadi panjang lebar. Ayo lanjutkan memasak, aku ingin menyiapkan hidang terbaik untuk Ibuku."

Meski demikian, pikiranku mengenai Noah tidak dapat hilang begitu saja. Aku tahu ada banyak orang yang mempunyai nama tersebut. Namun aku memiliki perasaan yang kuat bahwa Noah yang Geraldo kenal adalah Noah yang aku kenal juga.

Tidak ingin memusingkannya, segera kusingkirkan pemikiran itu dan melanjutkan aktivitas yang tertunda. Sepertinya memasak bersama pria maskulin bertangan kekar yang memperlihatkan urat-urat biru jauh lebih menyenangkan daripada memikirkan hal yang tidak penting.

TIGER [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang