Aku tidak seperti dia, dia juga tidak seperti aku. Kami berbeda, tapi aku yakin aku bisa lebih baik dari dia dalam membahagiakanmu.
-Ella Es Mìa-
Taufan memetik gitar yang kini tengah ada di pangkuannya itu. Sudah satu jam lebih ia berada di tempat kesayangannya itu, di atap sekolah.
Taufan hanya sendiri di sana, tidak seperti biasanya ketika ditemani oleh temannya yang lain. Tentu saja dia sendiri, teman-temannya yang lain sibuk masuk ke kelas untuk belajar, dan dia ada di sana.
Ia menatap ke arah kakinya yang ia selonjorkan itu. Memang seperti kaki manusia pada umumnya, tapi tidak banyak yang tahu kalau kaki itu menjadi saksi bahwa seorang Rafael Taufan Aldito pernah menjadi korban bully ketika dulu.
Terdengar aneh, bukan? Pasti kalian tidak akan percaya, sosok seperti Taufan yang tengil itu pernah menjadi korban bully.
Justru karena pernah menjadi korban bully tersebut, muncullah Taufan yang baru. Taufan yang dulu tidak setengil sekarang.
"Ngapain ngelamun? Kesambet juga entar!"
Sederet kalimat tersebut berhasil membuat Taufan tersadar dari lamunannya. Sempat sedikit terkejut, tapi hanya sedikit.
Pelangi yang tadi mengucapkan kalimat tersebut, mendudukkan dirinya di sebelah Taufan dengan jarak yang lumayan jauh.
"Ngapain lo di sini? Sana, masuk kelas! Lo cewek, mana boleh ikut cabut jam pelajaran," ucap Taufan dengan nada mengusir.
"Ih, apa sih? Emang ada aturannya cewek enggak boleh cabut saat jam pelajaran? Emang ada tertera di tujuh K?"
Taufan hanya menggidikkan bahunya.
"Ini udah istirahat, kali! Makanya jangan diem aja di sini, kudet juga kan."
Lagi-lagi Taufan hanya terdiam, tidak ingin membalas perkataan Pelangi tersebut.
"Ih, Topan, gue lagi ngomong sama lo! Bilang 'iya' kek, 'enggak' kek!"
Pelangi mendorong-dorong bahu Taufan hingga lelaki itu hampir terjatuh dari bangku yang mereka duduki.
"Iya, iya!"
"Iya apa?"
"Iya gue sayang elo!"
Taufan langsung lari menuruni tangga yang menjadi penghubungi antara lantai terakhir gedung tersebut dengan atap.
Pelangi yang masih kaget dengan jawaban dari cowok tengil itu, hanya terdiam dan menatap kepergian cowok tengil itu dengan cepat.
Beberapa detik kemudian, senyuman kembali terbit di bibir milik Pelangi, padahal ia sendiri tadinya tidak berniat untuk tersenyum, tapi apa boleh buat jika sesuatu yang ditahan itu bisa menimbulkan penyakit, bukan? Kalau menahan senyum terlalu sering, apakah akan menimbulkan penyakit?
***
"Mario?"
Langkah Pelangi terhenti ketika melihat sesosok yang ia kenali itu. Sosok yang tadi disebut namanya itu pun hanya menampilkan senyuman di hadapan Pelangi.
"Ke kantin?"
"Iya."
"Bareng aja, yuk!"
Tanpa mendengar persetujuan dari Pelangi, Mario sudah lebih dulu menarik pergelangan tangan milik Pelangi itu.
"Eh, jangan gini juga, Rio. Gue bisa jalan sendiri," ucap Pelangi.
"Jalan lo lama."
Apa yang bisa Pelangi lakukan? Ia hanya ikut dengan permainan Mario tersebut. Langkah kaki mereka sudah mulai memasuki kawasan kantin. Ketika Mario masih melangkahkan kaki untuk memilih meja mana yang akan mereka duduki, Pelang tiba-tiba menghentikan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ella Es Mía [ COMPLETED ]
Teen FictionCover by @Candylnd Perjuangan seorang Rafael Taufan Aldito dalam membahagiakan orang yang ia sayangi, walau orang tersebut sangat susah untuk mengakui bahwa ia memiliki perasaan yang sama. Gadis itu adalah Pelangi Angela. Seorang gadis keras kepala...