"Aku hanya bisa membayangkan satu hal saat ini yaitu senyum manismu yang menghangatkan bagaikan matahari terbit"
---Ella Es Mìa---
"Oh, enggak tau. Kalo lo aja, boleh?" tanya Taufan.
"Apaan sih!" balas Pelangi.
"Gue serius!" ujar Taufan menekankan.
"Enggak romantis banget nembaknya," gumam Pelangi yang masih dapat Taufan dengar.
"Nembak?" ujar Taufan mengulangi gumaman Pelangi baru saja.
Mendengar kata tersebut, Pelangi menjadi gelagapan. Rasanya udara di sekitarnya saat ini sangat pengap, sehingga membuatnya kepanasan. Pelangi enggan menoleh ke arah Taufan, namun ia berusaha agar tidak salah tingkah.
"Ini bukan nembak," ujar Taufan yang membuat Pelangi lagi-lagi malu karena terlalu 'gede rasa', "Tapi, perekrutan calon menantu."
Mendengar sambungan kalimat Taufan baru saja, Pelangi sedikit lega karena Taufan menganggap gumamannya tadi adalah sebuah candaan.
"Gimana? Bersedia, enggak?" tanya Taufan lagi.
Pelangi mendecak kesal karena lagi-lagi Taufan menanyakan hal yang membingungkan baginya. Ia bingung haruskan menjawab atau tidak.
"Gini deh, kalimatnya diganti aja, soalnya otak Pelangi yang kecil mungil ini, kayanya enggak bisa paham," lanjut Taufan.
Taufan memutar tubuh Pelangi yang tadinya menyampinginya menjadi menghadapnya sekarang. Taufan menatap wajah gadis itu. Sungguh hal yang sudah lama ia lakukan namun karena suatu keraguan yang menghalanginya, sekaranglah baru bisa ia lakukan.
"Gue serius. Gue tau, gue salah. Kita temenan udah lebih setaun, udah dikenal sama orang sebagai sahabatan, tapi gue sendiri enggak yakin kalo gue sama lo beneran sahabatan. Kenapa?" Taufan menarik napas dalam terlebih dahulu agar bisa menetralkan degupan jantungnya. Walaupun ia terlihat begitu santai ketika berbicara, namun di dalam sana, jatungnya berdegup amat kencang.
"Gue yakin, lo tau jawabannya," lanjut Taufan.
Pelangi mengerutkan dahinya sambil menggelengkan kepala. "Enggak, gue enggak tau. Kenapa?" tanya Pelangi.
Pelangi mulai memikirkan hal-hal yang mungkin bisa menjawab apa yang Taufan maksud. Apakah Taufan menganggap mereka tidak sedekat layaknya sahabat?
"Ini cuma ada di gue. Perasaan di sini." Taufan menyentuh dada sebelah kirinya. "Dari awal udah ada," lanjut Taufan.
Pelangi tidak bodoh. Ia langsung mengerti apa yang dimaksud oleh Taufan, perasaan macam apa yang dimaksud oleh laki-laki itu. Merasakan sesuatu yang berbeda, Pelangi mulai panas dingin. Entah apa yang salah dengan gadis ini ketika berkaitan dengan perasaan, pasti akan segugup ini.
"Gue enggak maksa, gue enggak bilang setelah gue bilang ini kita harus pacaran. Lo bebas pilih, tapi gue minta, apapun jawaban lo, kita tetep sahabatan, ya?" pinta Taufan.
Pelangi menghembuskan napas gusar. "Itu berat, Pan," jawab Pelangi.
Taufan tampak cemas, ia rasa bahwa keputusannya ini salah karena telah berniat mengungkapkan perasaannya. Lihat saja jawaban gadis yang ada di hadapannya ini, gadis ini tidak bisa menerima apa yang terjadi di antara mereka setelah ini. Taufan bingung harus melanjutkannya atau berhenti. Walaupun berhenti, nanti ia belum tentu bisa bicara seperti ini dengan gadis ini.
"Ngomong aja," lanjut Pelangi.
Mendengar ucapan tersebut, Taufan menegakkan kepalanya yang tadi tertunduk karena berpikir sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ella Es Mía [ COMPLETED ]
Teen FictionCover by @Candylnd Perjuangan seorang Rafael Taufan Aldito dalam membahagiakan orang yang ia sayangi, walau orang tersebut sangat susah untuk mengakui bahwa ia memiliki perasaan yang sama. Gadis itu adalah Pelangi Angela. Seorang gadis keras kepala...