Ella Es Mìa 30 : Tanpa Rahasia

32 3 0
                                    

"Aku tahu kamu berat memilih. Maka dari itu aku tidak ingin membuat suatu pilihan bagimu, aku akan membuatnya menjadi aku yang akan memilih dan kamu akan menerimanya"

---Ella Es Mìa---


Setelah mengemasi barang-barang mereka, keenam remaja tersebut berdiri tepat menghadap hamparan laut yang luas.

Ada rasa sedikit tidak ikhlas untuk meninggalkan tempat yang menemani mereka selama tiga hari itu. Singkat, namun banyak momen tak terduga terjadi, terutama bagi ketiga pasangan remaja yang tengah dimabuk asmara itu.

"Kalo nambah hari, boleh kali ya," ujar Manggala yang diakhiri dengan kekehan.

"Kalo nambah hari, mau makan apa? Stok makanan udah enggak ada," balas Badai.

"Makanin kelapa aja terus," canda Taufan.

"Kalian aja, gue mundur," balas Badai.

Setelah merasa cukup berpisah dengan laut yang indah itu, mereka beranjak dari posisi dan segera melaju meninggalkan tempat tersebut. Posisi mereka masih sama seperti saat berangkat kemarin.

Pelangi tampak mengantuk dan sesekali memejamkan matanya namun enggan tertidur karena Badai yang selalu mengejeknya dengan panggilan 'pelor'.

"Tidur aja kalo ngantuk," ujar Taufan sambil menatap Pelangi yang tampak menahan kantuk.

Pelangi menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Diam-diam, Raina mengawasi mereka berdua dari kaca yang memantulkan segala gerak-gerik mereka. Beberapa kali Raina tersenyun bahkan hampir terkekeh geli. Raina sadar betul akan perubahan di antara mereka berdua namun ia enggan untuk memberitahu yang lainnya.

"Lo enggak tidur semaleman, Pel," tegur Taufan lagi.

"Apaan sih! Biasa juga gapapa," balas Pelangi.

"Ya udah kalo enggak mau dibilangin!" Taufan tampak mulai memasang headset di telinganya dan mulai menutup matanya.

Pelangi menatap gelagat pria itu yang tampak marah namun tidak begitu diumbarnya. Merasa bersalah akan apa yang ia lakukan tadi, Pelangi menyentuh pelan pungung tangan Taufan, namun Taufan sama sekali tidak menampakkan suatu respon.

"Pan," panggil Pelangi pelan.

Taufan masih enggan untuk meresponnya. Kali ini Pelangi mulai menggoyang tangan Taufan yang tadi ia sentuh. Sekali lagi ia memanggil nama laki-laki yang ada di sampingnya tersebut.

Teman-temannya yang lain tidak mendengar dan bahkan sudah tidak peduli lagi akan mereka karena mereka ada di kursi belakang. Teman-temannya asik bersenandung dengan keras karena lagu yang sedang disetel oleh Badai saat ini adalah lagu kesukaan mereka semua.

Pelangi tidak kehabisan akal, ia menarik salah satu headset Taufan dan memindahkannya ke sebelah telingannya. Ia terkejut ketika menyadari bahwa sebenarnya Taufan sedang tidak mendengar apa-apa. Ia pun melepaskan kembali headset tersebut dan mendapati Taufan sedang menatapnya dengan tatapan geli yang menahan tawa.

"Enggak lucu!" ujar Pelangi dengan kesal sambil menghempaskan sebelah headset Taufan ke arah dada pria itu.

"Iya, tau. Yang lucukan cuma Pelangi," goda Taufan sambil menaik turunkan alisnya.

"Suka ngerjain! Awas kalo beneran enggak diperatiin lagi!" balas Pelangi dengan kesal.

"Uuuu, serem," ejek Taufan.

Selanjutnya Pelangi hanya terdiam karena malas menanggapi pacarnya itu yang selalu tidak bisa diajak serius. Hingga sampai di tempat tujuan, yaitu di rumah Pelangi. Pelangi turun dari mobil milik Badai itu dengan dibantu oleh Taufan yang mengangkatkan barang bawaannya.

Ella Es Mía [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang