"Aku marah dan kesal tapi enggan untuk kehilanganmu"
---Ella Es Mìa---
"Gue harus pulang sekarang, mending lo pulang aja. Udah telat!"
Singkat namun cukup menampar bagi Pelangi. Ucapan Taufan tersebut terdengar begitu tajam kepadanya ditambah dengan ekspresi wajah datar Taufan saat mengatakannya. Pelangi kaku dan bingung harus melakukan apa, di dalam pikirannya ia ingin mengikuti langkah laki-laki tersebut namun tubuhnya menolak untuk bergerak.
"Jadi gimana?" tanya Mario yang menyadarkan lamunan Pelangi.
Pelangi mengalihkan pandangannya yang semula memandang ke arah dimana Taufan melangkahkan kaki menjadi ke arah wajah Mario berada.
"Kita pulang aja," jawab Pelangi singkat lalu melangkahkan kaki ke arah dimana tadi mereka sebelumnya melangkah.
Mario menganggukkan kepala lalu mengikuti langkah Pelangi yang tampak lemah sekali ketika melangkahkan kaki. Mario tidak tahan ketika melihat gadis tersebut seperti itu, ia mencoba mensejajarkan langkahnya dengan gadis tersebut lalu mencondongkan tubuhnya agar wajahnya bisa menghadap ke wajah Pelangi dengan lurus.
"Kok sedih? Taufan kayanya lagi enggak marah kok, mungkin dia ada urusan penting," ujar Mario mencoba menenangkan, "Nanti pasti Taufan bakal nelepon lagi terus bilang mau ketemu besok."
Pelangi tidak memerdulikan apa yang diucapkan oleh Mario tersebut, ia hanya mendecak kesal dan terus melangkahkan kakinya.
"Tapi ketemunya di sekolah," lanjut Mario yang berusaha melucu namun tidak lucun. "Enggak lucu, ya? Ya udah deh," lanjut Mario sambil mengembalikkan posisinya ke posisi semula yaitu berdiri tegak di belakang Pelangi.
Pelangi yang menyadari akan tingkah tidak jelas Mario tersebut malah tidak bisa menahan tawanya. Segaring itu ternyata Kakak kelasnya yang satu ini.
Menyadari bahwa Pelangi tertawa walaupun tidak begitu lepas, Mario mulai mendahuli langkah Pelangi dan berjalan mundur agar bisa berhadapan dengan Pelangi.
"Eh, lucu ya?" tanya Mario dengan girang.
"Apanya yang lucu, garing banget!" jawab Pelangi dengan nada ketus namun tetap tertawa.
Mario tampak membalas ucapan Pelangi tersebut dengan seulas senyuman.
Di sisi lain, Taufan yang masih belum pergi meninggalka parkiran tersebut masih menatap ke arah Pelangi dan Mario yang tampak sedang melontarkan candaan karena mereka sedang tersenyum bahkan tertawa.
Gerah akan apa yang ada dipandangannya, Taufan benar-benar menancap gas untuk segera pergi dari sana dan berharap tidak akan terbayang lagi bagaimana ekspresi wajah kedua remaja yang baru ia lihat tersebut.
***
Pagi-pagi sekali, Taufan sudah berada tepat di depan pagar rumah Pelangi. Kali ini Taufan tidak ingin didahului oleh Mario, maka dari itu sejak Aldo bahkan baru mandi dan bersiap untuk ke sekolah, Taufan sudah berangkat menuju rumah Pelangi.Mama Pelangi yang sempat melirik ke arah luar dari jendela dapur pun bingung. Awalnya ia takut jika orang yang datang sepagi itu dan terus berdiam di sana adalah orang yang jahat, namun setelah ia perhatikan lagi ternyata orang tersebut sedang menggunakan seragam sekolah. Sontak hal tersebut membuat Mama Pelangi dapat menyimpulkan bahwa orang yang ada di luar sana adalah salah satu teman Pelangi.
Pelangi baru saja keluar dari kamarnya lalu mendudukan diri di meja makan.
"Itu kayanya ada temen kamu, Pelangi," ujar Mama Pelangi yang berjalan menuju ke arah meja makan sambil melemparkan lirikan mata ke arah luar jendela.
Pelangi yang merasa tidak percaya akan apa yang diucapkan oleh Mamanya tersebutpun mengerutkan dahi. "Temen Pelangi yang mana? Enggak mungkin juga deh ada yang udah berangkat jam segini," balas Pelangi.
Mama Pelangi meletakkan sepiring nasi goreng di atas meja yang mana tepat di hadapan Pelangi saat ini. "Kalo Mama enggak salah liat, itu pake seragam sekolah juga," ujar Mama Pelangi.
Pelangi mulai menyuapkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya. "Paling temennya tetangga," balas Pelangi yang kembali menyuapkan sesendok nasi goreng di dalam mulutnya.
"Iya kali, ya," ucap Mama Pelangi yang kali ini menyerah.
Pelangi mulai menghabiskan nasi gorengnya lalu ditutup dengan segelas air putih. Setelah mengabiskan sarapannya, Pelangi mengambil sepatu sekolahnya lalu mulai memasangnya. Setelah dirasa siap, Pelangi membuka pintu utama rumahnya dan menampakkan ada sosok seorang laki-laki berseragam sekolah yang memunggunginya dari luar pagar rumah.
Pelangi sangat mengenali postur tubuh laki-laki tersebut serta motor yang ada di sampingnya. Pelangi pun tampak menampilkan senyum karena sejak kemarin ketika ia melihat Taufan bersikap datar kepadanya, ia merasa amat bersalah dan bahkan sulit untuk melelapkan diri dalam tidur yang nyenyak.
"Mama, Pelangi berangkat dulu, ya!" teriak Pelangi kepada Mamanya.
Tanpa ingin mendengar sahutan dari Mamanya, Pelangi langsung melangkahkan kaki dengan girang ke arah luar rumahnya di mana Taufan sudah menungu di sana.
Pelangi membuka pagar rumahnya lalu keluar dari area rumah dan kemudian menutup kembali pagar tersebut. Taufan pun menolehkan kepala ketika mendengar suara pagar yang tertutup kembali tersebut. Ia mendapati Pelangi tengah tersenyum ke arahnya. Tidak ada niatan Taufan ingin membalas senyum Pelangi tersebut, ia hanya menatapnya datar lalu duduk kembali di atas jok motornya.
"Topan, maaf!" ujar Pelangi dengan tulus.
Taufan tidak berucap apapun, ia malah menyalakan kembali mesin motornya.
Dari arah belakang, terdengar suara mobil berhenti. Taufan dan Pelangi pun segera menolehkan kepala ke arah sana dan mendapati seorang pria baru saja turun dari mobil tersebut. Ternyata pemilik mobil tersebut adalah Mario. Mario berjalan menghampiri kedua remaja tersebut dengan senyuman.
Melihat kehadiran Mario, Taufan dengan cepat berucap, "Naik!"
Pelangi pun reflek menolehkan kepala ke arah Taufan yang kini tengah melayangkan tatapan tajam. Pelangi kemudian menolehkan kembali kepalanya ke arah Mario yang sudah berdiri di dekatnya sambil melayangkan senyum kepada Pelangi dan Taufan.
"Telat ya gue?" ujar Mario dengan ramah dan diselingi kekehan, "Ya udah, berangkat sana, anak sekolah!"
Mendengar ucapan Mario tersebut, Pelangi pun menganggukkan kepala lalu segera duduk di jok bagian belakang motor Taufan.
"Udah?" tanya Taufan dengan datar lalu dibalas oleh Pelangi dengan anggukkan kepala yang ia lihat dari kaca spion motornya.
Taufan segera melajukan motornya, membelah jalanan yang kini mulai ramai dan dipadati oleh sebagian besar pelajar serta pekerja kantor.
Selama perjalanan menuju sekolah, Pelangi sama sekali tidak berani berucap sepatah katapun, apalagi kalau melontarkan candaan.
Sesampainya di parkiran sekolah, Pelangi turun lalu berdiri menatap ke arah Taufan yang selanjutnya akan turun dari motor tersebut. Taufan yang menyadari bahwa Pelangi sedang memperhatikannya tersebut melayangkan tatapan dengan sebelah alis naik.
"Ngapain?" tanyanya yang tak seramah biasanya.
Jantung Pelangi berdegup cukup kencang hingga ia gugup untuk berbicara dan hanya bisa menggelengkan kepala sebagai jawaban.
Taufan tampak mengerti dengan ketakutan yang terjadi kepada Pelangi, maka dari itu ia mulai meraih tangan milik Pelangi lalu menggenggamnya cukup erat.
Pelangi bingung. Ia memikirkan bahwa sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan pria ini, apakah ia sedang marah atau tidak? Ditambah lagi kini Taufan mulai menarik tangannya yang pria itu genggam agar mengajaknya segera melangkahkan kaki. Pelangi pun hanya bisa mengikuti apa yang dilakukan oleh Taufan dengan pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi pikirannya saat ini.
---TBC---
Topan maunya apa sih????
Jangan lupa vote dan komen ya!!!!
See you!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ella Es Mía [ COMPLETED ]
Ficção AdolescenteCover by @Candylnd Perjuangan seorang Rafael Taufan Aldito dalam membahagiakan orang yang ia sayangi, walau orang tersebut sangat susah untuk mengakui bahwa ia memiliki perasaan yang sama. Gadis itu adalah Pelangi Angela. Seorang gadis keras kepala...