"Ini bukan cemburu. Aku hanya ingin memastikan perasaan itu sebenarnya memang untukku atau kamu yang salah memilih."
---Ella Es Mìa---
"Gak akan kembali ke sini lagi untuk beberapa tahun," ujar laki-laki yang tengah menatap Pelangi dengan begitu lekat itu.Pelangi menggelengkan kepala karena ia tak mengerti dengan apa yang sedang dipersoalkan oleh laki-laki di sampingnya itu.
"Becanda, ya?" tanya Pelangi memastikan. "Ngapain di Jepang? Liburan? Sekolah? Orang SMA aja belum tentu lulus lo!"
Mario menampilkan seulas senyum manis, "Gue mau belajar jadi pengusaha di perusahaan bokap yang ada di Jepang."
"Kenapa harus yang di Jepang? Yang di Indo kan ada?"
Mario menggelengkan kepala, "Di sana bakal buat gue lebih mandiri."
Pelangi menganggukkan kepalanya tanda mengerti. "Ya udah, pergi ya pergi aja, ngapain bilang-bilang."
Lagi-lagi Mario menampilkan sebuah senyuman yang tampak menyedihkan jika ia tatap di pantulan cermin, namun tidak dengan Pelangi yang sama sekali tidak peka akan hal itu.
"Ini berat buat gue," tukas Mario. "Banyak hal yang buat gue sempat berpikir bahwa akan lebih baik jika gue tetap di sini walaupun selalu menelan pelajaran hidup yang pahit."
Pelangi tak bergeming sama sekali, ia hanya fokus mendengarkan apa yang ingin diucapkan oleh Mario selanjutnya.
"Gak ada yang salah emang. Tapi gue selalu ngerasa salah di posisi manapun gue berada. Termasuk saat ini," lanjut Mario.
Banyak hal yang selama ini Mario pendam sendiri. Di balik wajah dan sikap ramahnya, ia selalu memendam kesedihan tanpa tahu bagaimana harus melimpahkan kesedihan tersebut. Ia sadar betul jika di setiap kehadirannya akan menimbulkan masalah bagi orang lain namun ia selalu berusaha agar tidak tampak semenyedihkan itu.
"Neona pasti sedih akan hal ini." Mario membetulkan posisinya menjadi kembali mengadap ke arah depan dan tidak lagi menatap ke arah Pelangi.
Pelangi sempat mengerutkan dahi lalu bertanya, "Neona? Neona siapa?"
Alih-alih menjawab pertanyaan dari Pelangi tersebut, Mario malah menyalakan mesin mobilnya dan segera melajukan mobilnya meninggalkan parkiran tersebut menuju rumah Pelangi.
Selama perjalanan menuju rumah Pelangi, tidak ada topik pembicaraan dari kedua remaja tersebut. Sesekali Pelangi melirikan pandangannya ke arah samping kanan, dimana Mario tengah berada. Hingga pada akhirnya mobil tersebut berhenti tepat di depan pagar rumah yang bernuansa putih tersebut.
Pelangi hendak membuka pintu mobil untuk segera turun dari sana, namun Mario menahannya denggan sebuah kalimat.
"Neona adalah Pelangi dengan sisi lainnya," ujar Mario.
Pelangi menolehkan kepalanya dan kemudian menatap lekat ke arah kedua bola mata Mario dengan tatapan menuntut. Ia ingin penjelasan yang lebih detail akan apa yang diucapkan oleh laki-laki tersebut.
"Maaf karena udah ganggu perasaan lo yang seharusnya tetap berteguh sama Taufan. Ternyata lo udah sedalam itu sama dia dan gue gak bisa maksain itu," lanjut Mario.
"Perasaan?" tanya Pelangi dengan sengaja menekankan kata itu.
Mario menganggukan kepalanya dua kali. Ia tidak membalas dengan satu katapun dan malah memalingkan pandangannya ke arah depan. Menatap jalanan sepi.
***
Hari ini adalah hari senin. Pelangi baru saja duduk di atas bangkunya dengan tatapan yang entah kemana fokusnya. Sejak kemarin ia masih bingung akan apa yang harus ia lakukan hari ini karena Mario mengatakan bahwa akan berangkat ke Jepang hari ini namun Pelangi enggan untuk ikut mengantarnya. Haruskah ia mengantarnya? Toh, mereka juga hanya sebatas teman yang baru akrab beberapa bulan yang lalu. Tapi mengapa rasanya sudah sedekat itu, ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ella Es Mía [ COMPLETED ]
Teen FictionCover by @Candylnd Perjuangan seorang Rafael Taufan Aldito dalam membahagiakan orang yang ia sayangi, walau orang tersebut sangat susah untuk mengakui bahwa ia memiliki perasaan yang sama. Gadis itu adalah Pelangi Angela. Seorang gadis keras kepala...