Sejak satu tahun belakangan, aku menyembunyikan perasaan suka pada Bang Ardan, abangku yang selalu ada dan perhatian. Ia tak curiga, barangkali karena sikapku pun masih sama. Sama-sama manja dan menyebalkan.
Hari ini kami janjian untuk bertemu di telaga, bukan janjian tepatnya, kami punya kegiatan di dekat sini dan memutuskan untuk pulang bersama-sama. Karena hari ini bisa berangkat lebih pagi, aku memutuskan untuk naik angkutan umum. Alasan memilih untuk tidak membawa motor—sering kulakukan—sebenarnya tentu karena Bang Ardan akan menjemput bila ada waktu dan aku selalu menanti itu.
Lumayan untuk memperbanyak jam bertemu kami dalam sehari. Biasanya kami hanya bertemu saat malam, itu pun bila dia punya waktu untuk datang ke rumah. Jika tidak, kami baru bisa bertemu dua atau tiga hari sekali. Namun, Bang Ardan selalu menyempatkan waktu bertemu bila sedang ada acara di luar. Bahkan selalu bertanya padaku sedang ada di mana dan bawa kendaraan atau tidak. Karena ia akan dengan senang hati menjemput, walau kadang-kadang tidak bisa mengantar sampai rumah, tetapi paling tidak dia akan mentraktir makan.
Aku membuka ponsel, melihat pesan terakhir sebelum dia berangkat ke sini.
Abang bawa motor kok, jadi lumayan cepet. Siap menjemput tuan putri.
Menyebalkan memang, baginya apa-apa yang ia lakukan adalah hal yang biasa sejak kami kecil. Namun, bagiku bisa mendebarkan hati dan membuat senyum mengembang selebar-lebarnya.
Aku mengembuskan napas, menatap langit yang mulai berubah dari biru bersih dengan awan-awan putih menjadi oren keemasan. Ada burung yang melintas di atas sana, mungkin pulang ke sarang untuk bertemu keluarga. Air telaga bergemericik, perahu yang diduduki satu dua orang melaju perlahan. Mereka sedang menikmati suasana, melepas penat, atau malah berharap waktu berhenti di detik ini karena suasana yang menyenangkan.
Aku sendiri duduk di atas rumput, celana jeans berwarna biru langit yang kukenakan kontras sekali dengan hijaunya rumput. Kutekuk kaki yang bila sedang berkaca membuatku senang, jenjang dan panjang. Kaos hitam panjang yang kupakai sedikit membantu di udara dingin sore ini. Februari yang melankolis dengan musim hujannya, menambah efek romantis di bulan yang hampir semua orang merayakan hari penuh cinta.
Bagiku, semua hari adalah hari yang penuh cinta ketika ada Bang Ardan di sana. Oh, ini agak memalukan sungguh. Namun, itulah yang kurasakan. Tiba-tiba kekehan kecil keluar dari bibirku, malu dengan pemikiran sendiri. Tingkah konyol ini agak tersamarkan dari satu dua orang yang melintas di belakangku, berkat rambut hitam panjang yang menutupi wajah, karena aku menunduk saat terkekeh tadi.
Tiba-tiba aku teringat masa kecil, udara yang segar memang selalu mampu membuat pikiran tenang dan mengingat saat-saat senang, berkelana ke masa lalu misalnya. Suatu peristiwa yang selalu kusyukuri sampai hari ini, karena bisa bertemu dengan Bang Ardan.
Usiaku tiga tahun saat pindah ke Jakarta. Aku memang tidak terlalu ingat, tetapi Mama, Papa, Bunda, atau Bang Ardan sering sekali mengungkit kejadian itu untuk membuatku malu. Bang Ardan saat itu sepertinya berusia sepuluh tahun.
Kebetulan, Mama direkomendasikan temannya untuk memesan katering di tempat Bunda untuk syukuran rumah baru kami sekaligus perkenalan dengan tetangga baru. Bunda adalah panggilanku untuk ibu Bang Ardan. Bang Ardan yang ikut datang sore itu untuk mengantar katering, katanya melihat aku kecil sedang duduk di depan rumah, di atas tanah yang belum ditanami apa pun, sedang sibuk menggali tanah dengan tangan. Katanya juga, aku berhasil menemukan cacing yang panjang, gemuk, dan sehat, mengangkatnya tanpa rasa geli atau takut dan hampir menelan cacing itu.
Bang Ardan yang melihat hal itu langsung berlari dan menepis tanganku. Tentu saja aku yang masih terkejut lalu menangis tersedu-sedu. Melihat aku menangis begitu, mungkin dia takut dimarahi atau kasihan sehingga dengan senang hati mengajakku main sampai berhenti menangis. Sayangnya dan syukurnya, setelah itu aku jadi begitu menyukainya sampai tidak mau ditinggal pulang. Sejak saat itulah keluarga kami menjadi dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Perlu Bersabar (Completed)
Espiritualperjuangan adalah kisah Yumna, mencintai akhirnya membuatnya menemukan begitu banyak cinta yang tak diketahui dunia. Cinta yang barangkali tak masuk kategori cinta oleh manusia. Info : Cerita yang di-publish di wattpad tanpa melalui proses editing d...