Reminder: novel ini diperbarui, jadi kalian perlu membaca dari awal ya, untuk bab yang sudah diperbarui ada tanda repost atau chapter tambahan ya.
---
ua hari sudah Pipit dirawat atas kemauan para tetua yang sikapnya jauh dari bayanganku sebelumnya. Kupikir, mereka akan bersikap kurang menyenangkan setelah tahu bahwa Pipit hamil di luar nikah, ternyata justru responsnya bagus sekali. Apalagi setelah tahu bahwa tidak ada keluarga yang menjenguk Pipit, semakin banjir ruang inap dengan berbagai kiriman susu, buah, dan makanan padahal hanya semalam saja Pipit di rumah sakitnya. Mereka bahkan tidak bertanya saat Pipit tidak menjelaskan lebih jauh. Mereka hanya bilang padaku untuk menunggui Pipit, karena saat ini yang perempuan itu butuhkan hanyalah support. Bagaimanapun kurang lebih mereka tahu situasinya jika melihat Pipit saat ini.
Hari ini, kami ditugaskan untuk mengantar Pipit pulang. Aku dan Bang Ardan yang diminta. Tak ada penolakan. Sebab, tidak enak jika yang mengantar para tetua. Mau tidak mau di kondisi yang genting seperti ini, bisa apa aku dan hatiku yang masih basah lukanya?
Sepanjang jalan aku diam. Hanya lelaki di balik kemudi itu yang sibuk bertanya pada Pipit, meski direspons pendek-pendek. Matanya sesekali melihat spion, beberapa kali bersitatap denganku. Dia, abangku, yang sering kupeluk, tiba-tiba hubungan kami tak sama lagi. Allah, aku menyesal mengungkapkan cinta padanya.
Sesampainya di rumah yang ditunjukkan Pipit, kami bertiga turun. Rumah kecil dengan cat hijau daun yang sudah luntur di sana-sini itu senyap. Pintunya tertutup, jendelanya juga. Aku menatap Pipit, rahangnya mengeras.
"Kalian boleh pulang. Gue masuk sendiri."
"Tapi-"
"Kami berdua harus bertemu keluargamu. Harus." Bang Ardan menyuarakan apa yang menjadi kegelisahanku.
Pipit mengedik. "Terserahlah, lagian gue udah cukup memalukan." Dia mengetuk pintu berkali-kali, belum ada yang keluar. Diketuknya lagi pintu lebih keras, seolah yakin di dalam sana ada orang.
"Siapa sih? Ganggu aja!" hardik orang di dalam sana, gagang pintu bergerak. Lalu keluarlah seorang wanita dengan rambut acak-acakan. Bau menyengat menguar dari tubuhnya.
"Loh, Pipit? Tumben pulang, biasanya di rumah pacarmu."
"Aku udah putus sama dia. Aku hamil," kata Pipit enteng.
"Kamu gila ya?" hardik wanita itu. Matanya melotot, rahangnya mengeras. Dia menampar Pipit sekali, Bang Ardan ingin maju tapi urung.
"Kalau tahu gitu mending kamu jadi pelacur! Dijaga baik-baik tapi malah sia-sia. Pergi kamu!" Pipit mengangguk, memandang wanita itu dalam-dalam. Air mata membasahi pipinya.
"Di mana aku nyari kenyamanan selama ini, Ma? Di mana aku nyandarin bahu selama ini? Bisa Mama bayangin gimana aku tumbuh di dalam rumah pelacur?" Wanita itu naik pitam, ditamparnya sekali lagi Pipit sampai terhuyung. Sudut bibirnya berdarah, aku menahannya agar tak jatuh.
"Kita bicarakan baik-baik ya, Bu. Mari kita masuk dulu, Bu." Bang Ardan menenangkan wanita itu yang hendak memukul Pipit lagi. Mata wanita itu berkaca-kaca, berkilat merah, dadanya naik turun, serta urat-urat menyembul di pelipisnya. Tangannya bahkan mengepal dan ia mencoba mengatur napas. Namun, tiba-tiba wanita itu menutup pintu keras-keras tanpa kata lagi.
"Aku tahu aku salah, Ma. Aku tahu." Pipit bersandar pada pintu, terus bicara seolah yakin mamanya mendengarkan di balik sana.
"Aku tahu Mama menyayangiku, walau nggak pernah memelukku, menyuapi, memandikan, mengantar sekolah, atau mengambil rapot-rapotku. Aku tahu Mama menyayangiku." Ia terus berbicara, pundaknya bergetar, tapi tak ada isak tangis yang keluar.
"Aku tahu Mama nggak mau ada di posisi seperti ini. Tapi, aku juga Ma, aku lebih nggak mau ada di posisi ini. Seandainya aku tahu akan menyusahkan Mama lebih baik aku nggak dilahirkan."
"Mama emang menyayangiku dengan cara Mama sendiri, tapi aku juga kesepian. Aku juga mau dipeluk, aku mau didengerin saat cerita tentang teman-teman sekolah. Aku kesepian Ma." Tangannya berkali-kali mengusap wajah, aku dan Bang Ardan tak bisa melihat wajah Pipit karena dia membelakangi kami. Kami juga tak mau mengganggunya. Barangkali selama ini Pipit tidak pernah punya kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya pada sang mama.
Aku dan Bang Ardan saling pandang melihat Pipit yang mengusap wajahnya berkali-kali lalu mengembuskan napas dan terkekeh.
"Ya udah, kalian boleh pulang," katanya tanpa melihat kami berdua.
"Terus kamu gimana?"
Dia mengedik. "Gampang."
Aku menyentuh lengannya. "Ayo pulang ke rumah, kamu tahu, kan, kalau sampek aku ngebiarin kamu terlunta-lunta aku bakal dimarahin habis-habisan. Plis, jangan biarin aku dimarahin. Kita pulang oke?"
"Pulang?" tanyanya tak yakin.
"Iya, ayo kita pulang." Aku mencoba menatap matanya, dia terdiam lama membalas tatapanku. Lalu mengangguk. Aku dan Bang Ardan membantunya berjalan, tubuhnya gemetar walau dia terus bilang bahwa dirinya baik-baik saja.
Mama dan Papa menyambut kami, wajah mereka terlihat cemas. Mama mengusap lengan Pipit berkali-kali, lalu menyiapkan kamar untuknya. Papa bertanya-tanya pada Bang Ardan apa yang terjadi, tapi aku mendengar Bang Ardan hanya menjawab garis besarnya tanpa memberitahukan bagaimana kondisi keluarga Pipit yang sebenarnya, aku lega, memang kami tak pantas memberitahu. Biar Pipit saja yang bercerita kalau mau.
Setelah Mama keluar dan memberitahu bahwa kamar Pipit sudah siap, aku membantunya berjalan meski dia menolak. Dari jauh aku mendengar Mama meminta Bang Ardan membelikan susu ibu hamil dan buah-buahan, Mama mau memasak untuk makan siang. Bang Ardan menurut saja, meski kurasa di sana nanti ia akan kebingungan karena tidak tanya dulu harus beli susu yang mana.
"Na?" Pipit memanggilku ketika aku akan beranjak dan keluar membantu Mama memasak.
"Ya?"
"Gue nggak tahu lo sebaik ini," katanya lirih, aku tersenyum.
"Kamu harus lihat dunia dari sisi baik lebih banyak, dunia nggak sekelam yang kamu rasakan." Dia mengangguk, kali ini tersenyum. Senyum tulus pertama kali yang ia perlihatkan padaku.
***
Diperbarui 23 Desember 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Perlu Bersabar (Completed)
Spiritualperjuangan adalah kisah Yumna, mencintai akhirnya membuatnya menemukan begitu banyak cinta yang tak diketahui dunia. Cinta yang barangkali tak masuk kategori cinta oleh manusia. Info : Cerita yang di-publish di wattpad tanpa melalui proses editing d...