(Chapter Tambahan) Esensi Jilbab

3.7K 188 3
                                    

Reminder : novel ini di-update versi revisi, jadi kemungkinan kalian harus tetap membaca chapter sebelumnya atau membaca chapter selanjutnya yang ada tanda repost atau chapter tambahan.

Sorenya sepulang dari yayasan, Sekar mengajakku untuk ke Jagakarsa, datang ke acara Teh Laila. Kata Sekar, Teh Laila menjadi pemateri di acara anak-anak SMA Jakarta Selatan, untuk memberi motivasi perihal impian. Aku makin kagum dan terpesona padanya. Aku yang tak punya impian apa pun ini, maksudku, setelah kuliah ya bekerja apa pun asal menjadi pekerja kantoran seperti Papa. Sesederhana itu inginku.

Namun, melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana memesonanya Teh Laila. Terlebih melihat anak-anak yayasan yang memperjuangkan hak mereka, untuk sama-sama tahu tentang apa yang disebut impian dan masa depan seperti anak pada umumnya. Rasanya agak menyedihkan dan sia-sia bila aku yang memiliki segalanya ini tidak punya mimpi.

Aku baru aja sampek rumah, kamu duluan aja, kasih tahu aku alamatnya.

Begitu sampai rumah aku lekas naik ke atas.

"Yumna!" Mama berteriak karena aku pulang lalu langsung naik dan bukannya mengecup tangannya dulu. Ya ampun, lupa! Aku turun lagi dengan buru-buru kemudian mengecup tangan Mama.

"Aku mau mandi, terus keluar lagi ya Ma, Pa. Aku mau dateng ke seminar salah satu pendiri yayasan."

Papa dan Mama mengernyit, tetapi aku tak punya banyak waktu untuk menjelaskan. Samar-samar kudengar mereka heran, tumben sekali aku yang biasanya hanya main dengan Bang Ardan atau Sekar dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, akhir-akhir ini terkesan sibuk sekali bepergian.

Degupan jantungku menggila, sungguh, aku seperti orang yang akan bertemu kekasih saja. Namun, membayangkan akan mendapat hal-hal menakjubkan dari Teh Laila kupikir bukan hal berlebihan untuk kondisi hatiku sekarang.

Usai mandi, kuambil jeans abu-abu dan blouse cream, kusemprot face mist dan sunblock ke wajah. Lalu pergi tanpa menyisir rambut atau memakai riasan. Pamit sebentar pada Papa dan Mama, kemudian pergi dengan membawa motor. Untung saja Jagakarsa dekat dengan Pondok Labu, rumahku. Namun, tetap saja di waktu-waktu pulang kerja jalanan penuh.

Lo ke mana, Na? Ini udah mau selesai lho bentar lagi.

Na, gue di kafe samping ya. Ke sini aja langsung.

Lima belas menit lalu pesan terakhir yang dikirim Sekar. Pundakku lunglai. Salah sendiri aku baru membaca pesan Sekar ketika sampai rumah, tiga puluh menit setelah pesan itu dikirim olehnya.

Kuparkir motor di depan kafe yang dimaksud Sekar. Masuk ke dalam dan mengedarkan pandangan ke segala arah. Begitu mataku menangkap keberadaan Sekar, senyum tak bisa kutahan-tahan. Di sana Teh Laila ikut tersenyum dan melambaikan tangan. Aku buru-buru mendekati mereka berdua. Teh Laila berdiri dan mengecup pipi kanan dan kiriku.

"Assalamualaikum, Yumna."

"Waalaikumussalam, Teh."

Aku lalu duduk di sebelah Teh Laila dan meminta maaf pada mereka berdua karena telat sampai. Kujelaskan kepada Teh Laila bahwa aku baru pulang dari yayasan dan berhasil mengajak Yasmin mengobrol untuk kali pertama. Teh Laila mendengarkan secara saksama dan tampak senang dengan berita baik itu.

"Bagus, Yasmin punya satu temen baru. Dia agak susah berbaur, jadi mentornya selalu minta dia buat berusaha nyari temen baru. Seenggaknya satu bulan satu orang, dengan minta tanda tangan."

Aku mengangguk-angguk paham.

"Kata Sekar, ada yang mau ditanyain? Sampek bela-belain pulang dari yayasan langsung ke sini." Aku mengangguk dan tersenyum malu-malu mau.

Cinta Perlu Bersabar (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang