Reminder : karena ini versi terbaru, kalian tetap harus membaca dari awal supaya nyambung ya
Aku sudah selesai ketika Sekar baru makan separuh yang ada di piringnya, selalu begitu dan ini sudah biasa. Walau di awal-awal membuat kami sempat berdebat karena dia tidak akan mempercepat makannya kendati aku sudah selesai. Katanya, makan adalah salah satu hal yang harus dinikmati selain ibadah. Harus khusyuk sampai bisa merasakan makanan itu di dalam lidah. Mensyukuri masuknya sesuap rezeki itu ke dalam mulut.
Benar-benar deh, mendengarnya saja aku tidak percaya bahwa Sekar yang mengatakannya. Maksudnya, ini Sekar yang juteknya luar biasa justru memikirkan hal-hal sederhana? Wah, rasanya aku iri pada makanan yang ada di piring Sekar karena diperhatikan sebegitu rupa oleh perempuan itu.
Setiap dia belum selesai sedangkan aku sudah, hal yang paling ia benci adalah tanganku yang ikut memakan bagiannya. Habis gereget saja melihat makanannya utuh sedangkan punyaku sudah habis, ah hanya aku yang mengerti kekesalan ini.
"Lo tu, ish! Udah makan juga." Ia menepis tanganku.
"Laper lagi nunggu kamu."
"Lagian siapa yang nyuruh nunggu sih!" Kami berebut makanan di piring Sekar, tidak tahu malu sama sekali meski dilihat pembeli lain. Aku tertawa kesenangan menggodanya.
"Kamu masih laper, Na?" Suara itu terdengar ketika tanganku dan tangan Sekar saling menghalangi jalan menuju udang yang masih utuh di piring Sekar. Seketika kutarik tanganku dan terkekeh.
"Enggak."
Sekar berdecih dan menatapku kesal. "Duluan aja, gue masih lama. Bang Ardan capek banget mukanya tuh." Aku mendongak melihat wajah Bang Ardan, benar juga apa yang dikatakan Sekar. Bang Ardan tampak kusut dan kurang tidur. Dia tersenyum ketika membalas tatapanku, kemudian mengelus kepalaku lembut.
"Abang udah makan?" tanyaku.
"Udah tadi kok. Kami nggak apa-apa nih pulang duluan, Kar?"
Sekar mengangguk-angguk. "Nggak apa-apa, gue seneng lo bawa kucing satu ini pergi, Bang." Aku cemberut diusir begitu oleh Sekar. Kucubit tangannya sebelum berdiri dan kabur ke belakang tubuh Bang Ardan.
"Anak-anak banget mainnya lo!" sungut Sekar tidak terima, ia mengusap-usap lengan dengan bagian tangan yang tidak kotor.
"Kalian itu udah kuliah masih aja." Bang Ardan menggeleng-geleng, ia menggenggam tanganku dan berpamitan. "Udah, kita berdua pulang dulu ya, Kar. Buruan makannya, keburu diambil kucing beneran." Aku terkekeh mendengar ucapan Bang Ardan.
Dia mengambil helm yang ada di atas motor Sekar dan memakaikannya padaku. Membuka bagasi motornya sendiri dan mengulurkan tisu basah, persediaan, dia selalu punya hal-hal yang kubutuhkan entah bagaimana. Katanya sudah terlampau hapal sampai-sampai ketika belanja, ia pun akan membeli hal-hal yang biasa kubutuhkan.
"Itu tangan kamu kotor, makanya Abang pegang biar nggak kamu lap ke kemejamu tanpa sadar." Dia mengambil satu juga untuk dirinya dan membersihkan tangannya sendiri. Tangan Bang Ardan tentu saja kotor karena menggenggam tanganku. Herannya, aku tadi tidak sadar.
"Ayo naik," katanya setelah membuang tisu yang sudah kotor ke tempat sampah. Aku tersenyum dan naik, memeluk tubuh Bang Ardan dari belakang.
"Bang Ardan dari mana? Capek banget kelihatannya."
"Biasa, ketemu temen-temen pengusaha."
Jantungku seperti dicubit mengingat kenyataan bahwa Bang Ardan menyukai perempuan dari komunitas itu. "Ketemu sama perempuan itu?" Kuharap suaraku tidak terdengar sinis saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Perlu Bersabar (Completed)
Spiritualperjuangan adalah kisah Yumna, mencintai akhirnya membuatnya menemukan begitu banyak cinta yang tak diketahui dunia. Cinta yang barangkali tak masuk kategori cinta oleh manusia. Info : Cerita yang di-publish di wattpad tanpa melalui proses editing d...