P R O L O G

2.7K 87 1
                                    

Lelaki berambut hitam itu menatap Zara dengan penuh kesombongan. Ia berdiri dia atas puing-puing keangkuhannya. Dengan seringaiannya yang terlihat merendahkan.

"Selamat datang, Putri Zara. Akhirnya, kita bertemu lagi." Sepasang bola mata lelaki itu menatap lekat mata Zara.

Zara tau. Dibalik kesombongan yang lelaki itu tunjukan, ada secercah luka yang membuat rasa ingin balas dendam itu membuncah.

Zara hanya diam. Dia tetap berdiri mematung di sana, tak berniat berpindah ataupun pergi, dengan wajahnya datarnya. Dengan tatapan tajamnya yang menghunus langsung kepada sepasang bola mata lelaki yang berdiri di atas panggung sana. Mulut Zara terkatup rapat. Tak ada senyuman. Tak ada kesedihan.

Satu detik ...

Dua detik ...

Tiga detik ...

Zara memutuskan tatapan itu, membuang muka. Ia di sana untuk bekerja. Bukan untuk bermain-main seperti yang dilakukan lelaki itu.

"Dia ... Benar-benar berubah." Lelaki tetap berusaha tersenyum. Padahal dalam pandangan Zara, senyuman itu terlihat menyedihkan.

"Hidup ini bukan cuma soal permainan. Bahkan saat lo ada di atas sana, lo masing sempet-sempetnya bermain sama keadaan. Dasar bodoh." Hati Zara kini menjadi dingin. Sedingin es. Lelaki itu tidak pernah tau bagaimana gadis yang dulu dicintainya bisa berubah sedingin ini. Ya, tak tau dan tak pernah ingin tau. Dia terlalu sibuk dengan usahanya untuk menunjuk diri.

Zara menghela nafasnya, pelan. "Dasar lelaki," bisiknya, lebih pelan.

***

Sederas HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang