B A G I A N 3 | Agung or Raka

617 27 0
                                    

"Zidan! Balikin kaca gue! Reseh banget sih jadi orang!" teriak Zoya dengan kesal sambil mengejar Zidan yang berlari menghindar dari Zoya.

Zidan berlari sambil berkaca dengan kaca milik Zoya, "liat deh. Gua ganteng, kan?" Zidan berkata dengan begitu percaya diri.

"Terserah Zidan," ucap Zoya kesal dan berhenti mengejar Zidan karena kelelahan. Ia berjalan kembali ke tempat duduknya.

"Wih, berarti bener dong. Gua ganteng. Risya! Gua ganteng, kan?" Kali ini Zidan bertanya pada Risya yang memang sejak tadi memperhatikan Zidan dan Zoya.

"Iyain aja deh yah. Yang penting Zidan seneng," ujar Risya sambil menunjukkan senyum terpaksanya. Dengan seketika juga wajahnya berubah datar.

"Hahaha, yes! Zoya! bener, kan? Gua ganteng. Buktinya Risya bilang iya." Zidan berucap dengan bangga.

"Yeh, gue yakin Risya juga males ngeladenin luh. Jadinya dia iya-iya aja," sangkal Zoya.

"Yaudah, sih. Kayaknya nggak suka banget temennya seneng," cibir Zidan. Ia berjalan menuju tempat duduknya.

"Makanya jadi orang jangan kepedean and bobrok gitu bang. Sifat ama tampang berlawanan." Zoya terkekeh pelan melihat kekesalan Zidan.

"Bu Wanda! Bu Wanda! Duduk!" Seru salah satu teman mereka.

Seketika murid sekelas duduk rapih dengan suasana tenang. Terdengar langkah kaki yang sudah dikenali para siswa. Langkah guru bahasa Indonesia yang terkenal killer sekaligus guru Wali kelas XII-IPA 2.

"Assalamualaikum," ucap Bu Wanda ketika dia sudah sampai di tempat duduknya.

"Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Seluruh murid di kelas itu menjawab.

"Baiklah sebelum kita memulai pelajaran, ibu akan bagikan nilai ulangan harian kalian kemarin," ucap Bu Wanda pada seluruh siswa.

Bu Wanda segera menyebutkan satu persatu nama para siswa untuk diberikan nilai mereka masing-masing. Hingga akhirnya sampai pada Agung.

"Agung purnama jaya," panggil Bu Wanda.

Agung melangkah dengan malas dikarenakan dia selalu mendapat nilai terbawah jika pelajaran bahasa Indonesia. Padahal bahasa Indonesia terkenal mudah. Selain karena dia yang selalu mengantuk ketika pelajaran, juga karena ia seringkali bolos pelajaran.

"Lagi-lagi, kamu dapet angka dua. Ini sudah yang ke sekian kalinya. Saya sendiri bingung bagaimana lagi caranya agar kamu menjadi faham dengan pelajaran saya dan mendapatkan nilai di atas KKM," ujar Bu Wanda.

"Maaf, Bu." Hanya itu yang bisa Agung ucapkan. Tentu dia tidak terlalu peduli dengan ucapan gurunya. Dia malas untuk menjawab lebih panjang.

"Ibu rasa kamu tidak akan faham jika ibu yang mengajari kamu. Mungkin kamu akan lebih faham jika teman yang menjelaskan kepada kamu. Ibu akan memerintahkan salah seorang murid untuk membimbing kamu. Dimulai dari pulang sekolah hari ini, kamu datang ke perpustakaan. Kalau kamu tidak datang, saya jamin kamu tidak bisa lulus." Bu Wanda mengancam.

Agung tidak mampu berkata-kata lagi. Dia menghela nafasnya dan mendumel dalam hati. Jika sudah menyangkut kelulusan, ia tidak bisa membantah. Karena jika dia tidak lulus, pupuslah harapan Agung untuk sukses seperti yang diharapkan neneknya.

Di mana ia bisa mendapatkan biaya untuk sekolah lagi jika ia tidak bisa mempertahankan sekolahnya yang sekarang. Ia sudah cukup bersusah payah untuk hal ini.

"Kamu dengar, Agung?" janya Bu Wanda memastikan.

"Denger, Bu!" jawab Agung.

"Yaudah sekarang duduk," perintah Bu Wanda.

Sederas HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang