Agung menyandarkan punggungnya ke kursi. Sejak tadi dia berusaha fokus dengan pekerjaannya namun percakapannya dengan Zara terus terngiang-ngiang di pikirannya.
Agung memejamkan matanya sambil mengurut pelipisnya lalu menghembuskan nafasnya kuat-kuat.
"Gung," panggil seseorang.
Agung membuka matanya kembali.
"Eh, Ray. Tumben elo ke sini? Ada apa?" ucap Agung ketika mengetahui seseorang yang memanggilnya itu Ray.
"Enggak ada apa-apa. Mampir aja," jawab Ray.
Ray menatap sahabatnya itu dengan kening berkerut.
"Elo kenapa?" tanya Ray.
Agung menimang sebentar kemudian dia menghela nafasnya. "Gue tadi abis ketemu Zara."
"Elo ke coffee shop Nando lagi?"
"Enggak, kali ini Zara yang ngajak ketemuan," jawab Agung seadanya.
Ray dibuat semakin bingung dengan sahabatnya itu.
"Bentar-bentar, Zara ngajak elo ketemuan? Terus kenapa ekspresi elo malah enggak ada seneng-senengnya sama sekali?"
"Dia ngajak gue baikan," ujar Agung.
Ray duduk sofa yang tak jauh dari posisi Agung. Ia lalu mengendorkan dasinya.
"Bagus dong. Itu kan yang elo mau?"
Agung menghampiri Ray lalu duduk di sebelahnya.
"Iya sih. Awalnya sih gue pengen kayak gitu dulu. Pengen Zara mohon dulu ke gue supaya kita baikan. Tapi sekarang beda."
Ray menoleh pada sahabatnya. Sekali lagi menatap wajah muram sahabatnya dengan bingung.
"Maksud elo apa sih? Gue enggak paham deh."
Agung terdiam sebentar sebelum melanjutkan ucapannya.
"Sebelum itu, gue tanya dulu sama elo. Elo deket sama Risya kan?"
Ray menganggukkan kepalanya.
"Apa lagi informasi yang belum gue tau tentang Zara yang kalian tau?"
Ray menimang sebentar. "Gue rasa elo udah tau semua, Gung."
Agung menghela nafasnya. Ia merasa tidak puas dengan jawaban Ray.
"Gimana kondisi kesehatan Zara sekarang?"
Ray melirik Agung.
"Gue udah lumayan lama enggak bahas itu sama Risya," jawab Ray.
"Gue nawarin Zara kerja di sini. Di perusahaan gue. Tapi dia tolak mentah-mentah," tutur Agung.
"Apa?! Elo nawarin Zara kerja di sini?!" Ray berseru kaget.
"Kok elo kaget banget kayak gitu sih?"
"Yah, abisan elo sih kalau berbuat sesuatu enggak dipikir dulu."
Agung mengerutkan keningnya, "maksud elo apa sih?"
"Ya, jelas Zara nolak lah. Elo pikir cewek kayak Zara bakal nerima tawaran elo gitu aja? Ya, enggaklah."
"Maksud elo cewek kayak Zara tuh cewek kayak gimana?" Agung merasa tersinggung dengan ucapan Ray.
"Ya, gitu. Keras kepala kayak elo. Gengsian. Sekalipun elo nawarin gaji yang tinggi, justru artinya elo lagi ngerusak nama baik elo di mata Zara. Nanti dia pikir elo udah berubah. Menomorsatukan uang di dunia ini," tutur Ray.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sederas Hujan
Teen FictionSederas Hujan, terlalu banyak aku terjatuh. Namun aku tak setegar hujan yang memberikan kehidupan meski jatuh berkali-kali. Bisakah aku bangkit? Bahkan bernafas pun sulit. Sungguh takdir membuat mereka keliru dengan skenario-Nya. Bahkan untuk yang...