B A G I A N 8 | Luka

363 19 0
                                    

"Gue nggak sok jagoan. Lo aja yang kekanak-kanakan. Masih aja pake senjata." Sudut bibir kiri Agung mengangkat.

Mereka tersulut emosi. Salah seorang mereka melangkah maju menyerang Agung lebih dulu. Ia hendak menikam Agung dengan tangan kirinya namun Agung mengelak ke kiri.

Agung mencengkram tangan kiri lelaki itu lalu memelintirnya. Ia meriah pisau di tangan lelaki itu dan membuangnya jauh.

Buk!
Agung menendang lelaki itu hingga tersungkur di aspal. Sepertinya lelaki itu tak sadarkan diri.

Kedua temannya terlihat marah. Mereka menatap tajam Agung seperti tatapan hendak membunuh. Ya memang itu tatapan mereka sejak tadi.

Mereka menyerang bersamaan. Satu dari kanan, satu lagi dari kiri. Agung bergerak cepat. Saat mereka hendak mengacungkan senjata dengan tangan kanan mereka, Agung menendang tangan kanan mereka satu persatu. Senjata mereka terpental jauh. Mereka benar-benar ingin menghabisi Agung.

Agung menyeringai. "Liat, siapa yang kekanak-kanakan? Cemen banget maennya senjata!"

"Anak-anak nggak boleh maen senjata, go***k!" Lelaki di sebelah kiri Agung menyumpah serapah.

"Oh, iya ya." Agung tertawa pelan.

"Wow, jangan seneng dulu, Bro. Gue rasa Lo lupa sama pacar Lo di sana." Lelaki di sebelah kanan Agung menunjuk Zara dengan dagunya.

Agung menoleh pada Zara. Gadis itu berada antara dua orang yang tengah menodongkan senjata. Agung harus bertindak cepat.

Buk! Buk!
Bukan, itu bukan gerakan cepat Agung. Bahkan ia belum mengalihkan pandangannya pada Zara tadi. Dia lengah. Kedua lelaki di sebelahnya pasti memang merencanakannya. 

Agung terjatuh. "Sial!" umpatnya. Ia memegang perutnya yang terasa nyeri. Pukulannya begitu kuat. Telak mengenai perut Agung.

Mereka bersiap. Agung pun ikut bangkit. Ia harus bergerak cepat. Agung memasang kuda-kuda. Kedua tangannya telah bersiap di depan dada.

Satu orang melangkah maju di sebelah kiri Agung. Namun..
Buk!

Pukulan telak mengenai wajahnya. Tidak, kedua tangan Agung masih terus di depan dada. Agung memukul menggunakan kaki kanannya.

"Br*ng**k!" umpat lelaki di sebelah kanan Agung saat melihat temannya terkapar dengan darah di hidungnya.

Agung menyeringai. Ia tak ada waktu. Zara butuh bantuannya.

Buk! Buk! 
Memukul, menangkis. Begitu berulang-ulang antara keduanya. 

Buk!
Agung menendang rusuk lelaki itu dengan kakinya.

Lelaki itu meringis. Ia tidak terima. Ia bergerak dengan cepat.
Buk!

Pukulan telak. Pukulan itu mengenai wajah Agung. Agung memuntahkan darah di mulutnya. Darah pun nampak keluar dari hidungnya.

Kini bergantian, lelaki itu menyeringai.

Agung tak kalah sampai di situ. Ia kembali bangun. Wajahnya pun masih menyeringai.

Agung hendak memukul. Tidak, itu bukan pukulan sebenarnya. Itu tipuan.

Buk! Buk!
Agung kembali menendang rusuk lelaki itu. Ia terjatuh. Agung kemudian menendang wajahnya.

Pukulan telak. Lelaki itu terkapar di aspal, tak sadarkan diri.

Ini bukan saatnya Agung bernafas lega. Ia harus menghampiri Zara. Agung berbalik. Matanya terbelalak saat kedua orang yang di hadapan Zara menarik paksa Zara lalu mendorongnya ke aspal. Sepertinya kepala Zara terbentur aspal. Zara masih menunduk ketakutan.

Sederas HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang