Ketika mereka sedang asyik dalam obrolan, suara lonceng pada pintu kafe membuat percakapan mereka terhenti.
Risya menoleh ke arah pintu. Ia lalu membelalakkan matanya. Ia nampak terkejut.
Zara yang melihat ekspresi Risya lalu menoleh ke arah pintu. Begitupun Agung dan Ray.
Zara meneguk ludah, gugup. Tiba-tiba ia merasa tenggorokannya tercekat. Sulit mengucapkan kata-kata.
"Siapa sih?" tanya Nando.
"Maaf kafe kita sedang tu ...." Ucapan Nando berhenti di tengah jalan.
"Halo, guys!" ucap Raka, Zidan, dan Zoya serempak.
"Wah, bagus banget kafenya," seru Zoya dengan antusias.
"Hai, kalian apa kabar?" tanya Zidan dengan ramah.
"Hai Ra," sapa Raka pada Zara.
Gadis yang disapa justru hanya terdiam. Ia berusaha tersenyum namun justru menjadi kikuk.
Suasana menjadi sepi. Bahkan suasananya kini terkesan menjadi tegang.
Ray menoleh pada Risya. Gadis itu tengah memperhatikan Zara. Agung dan Nando justru menatap sinis Raka.
"Em, kalian lagi ngobrol serius yah?" tanya Zidan.
"Kita ganggu?" Kali ini Zoya yang bertanya.
"Enggak kok." Ucapan Ray memecah keheningan.
***
Risya diam-diam menatap sebal Zoya yang sedang duduk di hadapannya sambil meminum pesanannya. Zidan berada di antara Zoya Dan Risya justru dibuat bingung.
Sedangkan Raka, lelaki itu meminta Zara untuk duduk di tempat yang hanya berisi dua kursi.
"Gimana kabar kamu, Ra?" tanya Raka.
Zara terdiam. Dia berusaha tersenyum. "Aku baik," jawab Zara seadanya.
"Kamu sama Risya kayaknya enggak seneng yah kita balik ke Indonesia?" tanya Raka to the point.
Agung, Nando dan Ray diam-diam memperhatikan percakapan mereka. Ketiga lelaki itu berdiri di belakang bar sambil memasang telinga baik-baik.
"Seneng kok," cetus Zara.
"Gitu yah ekspresi orang seneng?" Kali ini, senyum di wajah Raka hilang.
Lelaki itu menegakkan tubuhnya, menatap lekat Zara. Kedua tangannya ia taruh di atas meja.
"Emang harusnya gimana?" Zara balik menatap Raka.
Agung dan Nando menahan kekesalan dalam hati.
"Ray, ambilin gue minuman dingin. Gue mau mandi!" Nando berseru.
"Ray, besok gue beliin AC buat kafe elo. Panas banget di sini." Diikuti seruan Agung.
Ucapan Nando dan Agung tidak diacuhkan Ray. Lelaki itu sedang menatap dengan intens gerak-gerik Zidan yang duduk di sebelah Risya. Ia tidak akan membiarkan Zidan bergerak mendekat satu senti pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sederas Hujan
Teen FictionSederas Hujan, terlalu banyak aku terjatuh. Namun aku tak setegar hujan yang memberikan kehidupan meski jatuh berkali-kali. Bisakah aku bangkit? Bahkan bernafas pun sulit. Sungguh takdir membuat mereka keliru dengan skenario-Nya. Bahkan untuk yang...