"Do!" panggil Afnan.
Nando menoleh sambil tersenyum. Ia kemudian menyibak rambutnya yang menutupi keningnya.
Terdengar beberapa seruan kagum dari para wanita yang duduk di kursi pelanggan.
Nando makin tersenyum lebar.
"Ada apa, Nan?" tanya Nando.
"Elo di tungguin tuh!" Afnan menggerakkan ujung dagunya ke luar kafe Nanza.
Nando mengalihkan pandangannya ke luar kafe. "Oh iya, hampir lupa."
"Nih, pegang." Nando memberikan apronnya pada Afnan.
Afnan segera menerimanya.
"Gue titip kafe Nanza bentar. Ada urusan!" seru Nando pada Afnan sambil berlari kecil.
"Waah!" seru beberapa pelanggan.
Nando menoleh lalu mengedipkan matanya pada mereka.
"Ahh!" teriak mereka histeris.
Nando terkekeh.
"Gue emang tampan," akunya dalam hati.
Terdengar bunyi lonceng ketika ia membuka pintu kafe.
"Tapi ternyata,"
Nando berjalan pelan menghampiri gadis berhijab yang membelakanginya.
"Ketampanan gue enggak cukup,"
Nando tersenyum.
"Buat memikat gadis ini."
"Hai!" sapa Nando.
Gadis itu menoleh sambil tersenyum, "hai."
"Apa kabar, Ra?" tanya Nando sambil melebarkan senyumnya.
***
Zara menatap buku-buku di hadapannya sambil mengulum senyum. Ia lalu menoleh ke luar jendela.
Di luar langit terlihat cerah padahal hujan baru saja turun. Dari daun-daun di pepohonan, masih tersisa tetesan air hujan. Di rerumputan pun masih tersisa genangan. Begitu pun di langit, yang masih tersisa pelangi yang indah.
Zara memejamkan matanya. Menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya. Menyejukkan dan menenangkan hatinya.
Rasanya sungguh bahagia. Ia mengakui kebenaran bahwa akan ada pelangi setelah badai lebat.
Bahkan ternyata kehidupannya yang sekarang lebih baik dari sebelumnya. Ia bisa menjalani hidup seperti manusia normal.
Kuliah, membantu pekerjaan Mama, berjalan-jalan bersama kakak laki-laki, hangout bersama teman-teman.
Allah sudah memberikan miliknya kepada Zara. Lebih tepatnya kembali menitipkannya. Kesehatan, tempat tinggal, keluarga, sahabat, juga kebahagiaan.
Zara harus banyak-banyak bersyukur. Karena tidak ada lagi yang lebih patut dilakukannya selain mendekatkan diri pada Allah.
Setelah melewati semuanya, kini Zara lebih mengerti arti hidup.
Ia tau persepsi setiap orang berbeda-beda tentang hidup.
Tetapi pernahkah kamu bertanya apa arti kehidupan untukmu?
Ternyata, hidup itu bukan hanya tentang bahagia ataupun tentang semuanya yang baik-baik saja.
Hidup bukan hanya itu. Dan hidup tidak sesempit itu.
Tidak apa-apa bila sesekali kamu harus sakit, terjatuh bahkan tersungkur.
Tidak apa-apa bila harus ada tetes air mata yang jatuh.
Tetapi selalu ingat, jangan lupa untuk kembali bangkit.
Kembali menyadari hidup pun harus dengan rasa sakit.
Untuk menyadari artinya sembuh. Untuk menyadari artinya sehat.
Zara merasa pulih karena bisa kembali bahagia, bisa kembali bersedih, bisa kembali merasakan berbagai emosi.
Setelah beberapa tahun terakhir ia merasa hampa dan hambar, akhirnya ia bisa merasakan kembali warna-warni kehidupan.
Jadi, jangan marah kalau akan sakit nanti.
Kamu hidup berarti kamu pun memiliki emosi. Kamu bahagia, kamu sedih, itu tidak apa-apa.
Karena kamu patut bahagia. Kamu juga patut kembali bangkit ketika sedih.
Selamat menjalani kehidupan.
"Ra!" Panggil Arkan dari luar kamar Zara.
Zara menoleh ke pintu. Ia bangkit dari duduknya kemudian berlari kecil menuju pintu.
Zara meraih gagang pintu.
Sebelum membukanya, ia berbalik.
"Jadi, bagaimana hidup menurut persepsi kalian?"
Zara tersenyum.
"Iya, Kak!" sahut Zara sambil membuka pintu lalu menutupnya kembali.
•
•
•
~The End~
Terima kasih kepada seluruh pembaca yang menyempatkan dirinya membaca cerita ini.
Terima kasih banyak kepada kalian yang menyempatkan waktunya untuk menekan tombol bintang setiap akhir part.
Terima kasih~
Ditulis: Kamis 16 April 2020
By: Sph_prmtsr
KAMU SEDANG MEMBACA
Sederas Hujan
JugendliteraturSederas Hujan, terlalu banyak aku terjatuh. Namun aku tak setegar hujan yang memberikan kehidupan meski jatuh berkali-kali. Bisakah aku bangkit? Bahkan bernafas pun sulit. Sungguh takdir membuat mereka keliru dengan skenario-Nya. Bahkan untuk yang...