Ketika semua sahabat pergi untuk meraih mimpi. Bangun untuk mengejar mimpi. Namun aku masih tertidur dan bermimpi.
Raka, Zoya dan Zidan. Mereka meraih cita-cita mereka hingga keluar negeri. Zara dan Risya hanya bisa berusaha tersenyum dan berdoa untuk kesuksesan mereka.
Kabar baik datang dari Risya. Dia berhasil diterima di perguruan tinggi jurusan kedokteran. Zara tersenyum tipis.
Jika aku tak bisa meraihnya, Risya bisa menjadi mataku untuk melihat dunia kedokteran.
Ketika Zara memilih menyerah untuk mimpinya, Agung pun hanya diam tak memiliki mimpi. Ia masih pada pekerjaannya di bar.
Begitupun Nando. Ia nampak begitu muram. Dugaannya benar. Saat tau Nando tak kuliah, Sasha langsung saja meninggalkannya.
"Ngapain aku sama kamu kalau kamunya aja nggak punya tujuan hidup!" ucap Sasha saat itu.
Ditengah keduanya yang putus asa, Ray terus menyemangati. Itu semua berkat saran Risya. Ah, keduanya semakin dekat.
Risya dan Ray. Penyemangat diantara kerapuhan mereka.
"Kita bisnis aja bareng. Mau nggak?" tanyanya pada Nando dan Agung.
Namun keduanya masih saja diam. Mereka tak mengacuhkan ucapan Ray. Ray hanya mampu menghela nafasnya.
"Sampe kapan kalian mau terus kayak gini?"
"Terus kita harus apa, Ray? Kita nggak punya bakat apa-apa. Bisnis mau bidang apa?" Nando nampak frustasi.
"Kalian nggak sepayah itu!" Ray tak terima dengan pengakuan Nando.
"Udahlah. Ka—"
"Hai, Agung." Ucapan Agung terpotong oleh sapaan Viera.
"Kenapa?" Agung memandang Viera dengan pandangan tak suka.
"Aku denger kamu mau mulai bisnis? Kamu mau aku bantu? Papaku pembisnis terkenal. Ayahnya Ray pasti kenal papaku." Viera menawarkan.
"Lo nguping pembicaraan kita?" Nando terlihat tak suka juga dengan Viera. Entah mengapa.
"Lo kenal Ayah gue?" Respon Ray lebih ketus lagi.
"Maaf. Iya." Viera menjawab Nando dan Ray. Ia tersenyum penuh arti.
"Maaf, Viera. Gue nggak tertarik." Agung kembali fokus pada pekerjaannya.
"Yah, kok gitu."
"Kayaknya Agung lagi sibuk banget yah, Do? Harusnya kita nggak ngajak dia ngomong." Ray menyindir.
Viera tak sebodoh itu. Ia mengerti ucapan Ray. Ia tetap tersenyum menahan rasa kesal di hati. "Aku pergi dulu yah, Gung. Kalau kamu nanti berubah pikiran, kamu tau dimana harus cari aku. Dah Agung sayang."
Nando dan Ray membulatkan matanya.
"Woy, Bang. Lo pacaran ama tuh anak?" Nando menatap penuh selidik pada Agung.
Agung mendecak. "Nunggu bulan ada tanggal 33 baru itu kejadian."
Nando dan Ray tertawa mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sederas Hujan
Teen FictionSederas Hujan, terlalu banyak aku terjatuh. Namun aku tak setegar hujan yang memberikan kehidupan meski jatuh berkali-kali. Bisakah aku bangkit? Bahkan bernafas pun sulit. Sungguh takdir membuat mereka keliru dengan skenario-Nya. Bahkan untuk yang...