"Ada apa?" Zidan terlihat bingung ketika melihat Zara bangkit dari duduknya.
"Kalian kenapa? Sekantin ngeliatin kalian semua." Zoya memberitahu.
"Duduk dulu, Ra." Risya berusaha menenangkan Zara.
"Nggak! Gue udah nggak mood makan." Zara berjalan menjauh dari mereka. Ia sudah tidak lagi menggunakan aku-kamu.
"Sebenernya ada apa sih?" Zidan terlihat kesal karena ia tidak tau apa-apa.
Raka mengacak rambutnya. Apa yang salah dari kata perduli?
***
"Apa?! Jadi dia begitu karena Agung? Maksudnya dia nggak suka Agung digituin? Dia nggak suka dipeduliin? Yaudah cukup! Kita nggak perlu peduliin dia lagi!" Zoya berkata dengan ketus. Ia nampak kecewa pada Zara.
"Aku sebenernya kecewa sama Zara. Tapi kita nggak boleh gitu. Gimanapun dia sahabat kita. Mungkin moodnya tadi kurang bagus. Kalian tau kan apa masalah Zara? Hidup dia udah berat. Kita nggak boleh nuntut dia untuk terus baik. Ada saatnya dia perlu ngeluarin semua rasa yang berasa ngekekang dia." Risya mencoba menjelaskan.
"Tapi ini udah keterlaluan, Sya! Zara keterlaluan! Apa salah kita peduli sama dia? Dia tuh bodoh atau apa?!" Zidan nampak ikut terbawa emosi.
"Zidan! Jangan bicara kayak gitu." Risya tetap tidak terima Zara dihina seperti itu.
"Stop bela Zara, Sya. Bener kata mereka. Zara keterlaluan kalau ini soal Agung. Gue nggak bakal tinggal diem soal Agung!" Raka mengepalkan tangannya.
Risya terdiam. Dia pasrah. Dia pun bingung apa yang terjadi. Namun ia tak ingin persahabatan mereka dengan Zara rusak.
"Ra, sebenernya kamu kenapa?" bisik Risya.
***
Zara memejamkan matanya sejenak. Membiarkan angin berhembus membuat udara disekitarnya lebih sejuk dan tenang. Membiarkan hatinya ikut tenang.
Ia pun bingung dengan apa yang terjadi. Baru sekali ini ia bertengkar sampai seperti ini dengan sahabatnya. Sungguh ada rasa tidak nyaman yang terselip dihatinya sekarang.
Entah mengapa ia ingin menangis. Ia cengeng? Maaf, ia terlalu tidak peduli dengan pendapat orang lain tentang dirinya. Justru ia begitu peduli tentang pendapat semua orang yang ia sayang.
Maaf, maaf karena yang ia sayangi kini bertambah. Namun apakah karena ia menambahkan nama orang itu dalam hatinya, semua akan kacau seperti ini?
Hatinya terasa kacau. Ia pun bingung apa yang sebenarnya ia telah lakukan.
"Maaf." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Zara saat ini. Entah untuk siapa dan untuk apa, Zara tidak tau. Ada yang bisa menjelaskan sesuatu padanya? Menjelaskan apa kesalahannya?
Air mata perlahan mengalir di pipi Zara. Terlalu rumit hatinya. Terlalu kacau pikirannya. Itupun membuat perasaannya tak menentu. Ia bingung. Ia merasa ... Kacau.
"Maaf," bisiknya lagi dengan lirih.
Zara memilih kembali ke kelasnya setelah bel berbunyi. Setibanya di kelas, tak ada pembicaraan untuk Zara. Zara memilih menenggelamkan wajahnya dibalik lipatan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sederas Hujan
Fiksi RemajaSederas Hujan, terlalu banyak aku terjatuh. Namun aku tak setegar hujan yang memberikan kehidupan meski jatuh berkali-kali. Bisakah aku bangkit? Bahkan bernafas pun sulit. Sungguh takdir membuat mereka keliru dengan skenario-Nya. Bahkan untuk yang...