"Kita harus lari dari sini, Ra!" Agung menaiki motornya. Ia kembali menghidupkan motornya.
Sekelompok bersenjata itu menyeringai. Sekarang berkata, tindakan Lo itu sia-sia!
"Mao Lo yang maju atau kita yang maju?" tanyanya.
Agung diam. Dia masih menatap tajam mereka. Mecari celah diantara sekelompok bersenjata itu.
"Dia diem aja. Berarti kita yang maju!" teriaknya.
Agung tak melihat cela. Ia mulai panik. Tenang, tenang, tenang. Agung berbisik dalam hati.
"Stop! Ini nggak adil! Kalau kalian berani, turun dari motor! Kita berantem satu lawan satu!" Agung menantang. Ia sudah turun dari motornya dan berdiri di tengah-tengah mereka.
Zara menggigit bibir bawahnya. Ia bertambah panik. Entah yang Agung lakukan lebih baik atau tidak, namun ia semakin takut.
"Kalian nggak berani?" Agung menyeringai. Ia benar-benar menantang sekelompok bersenjata itu.
Lelaki itu masih waras atau tidak? Zara benar-benar tak habis pikir den Agung.
Mereka menghentikan kegiatan mereka. Mematikan motor mereka. Lalu turun dari motor.
"Cuma orang nggak waras yang masih berani bertingkah songong kayak Lo ditengah orang bersenjata gini! Lo gila, Bang?"
"Hahaha, Lo nggak berani?" Agung tertawa kencang.
Zara ciut. Bibirnya benar-benar bergemetar dan tangannya berkeringat dingin. Harus berapa kali ia menjelaskan seberapa takut dirinya? Kaki Zara tak sanggup untuk berdiri sekedar berdiri di belakang Agung atau mencari senjata seperti kayu di sekitarnya. Meskipun memang tidak ada.
"Wah, nantangin nih anak." Lelaki itu maju dengan pisaunya.
Jaraknya dan Agung kini tak begitu jauh. Keduanya berhadapan dan saling menatap tajam.
"Masih nggak adil. Gue nggak punya senjata!" Agung berteriak kencang. Ia mendecak.
"Kasih dia senjata!" teriak laki dihadapan Agung.
"Tapi—" Yang lain hendak menyela.
"Kasih aja!"
Lelaki di belakangnya maju memberikan Agung pisau.
Agung menyeringai. "Ini baru adil."
Zara meringis. Senjata-senjata itu membuat Zara semakin bergidik ketakutan.
Agung dan lelaki itu memasang kuda-kuda. Lelaki itu menyerang lebih dulu. Teknik yang Agung kenali, dia melangkah maju sambil hendak menikam.
Agung menghindar. Ia tidak bisa menahan seringannya. Ia bisa menebak gerakan lelaki di hadapannya. Dengan gerakan lincah, Agung berhasil membuatnya jatuh tersungkur.
Namun kekalahan yang pertama adalah masalah selanjutnya. Sekelompok bersenjata itu nampak tak terima. Mereka bukan lagi maju satu-persatu seperti pembicaraan sebelumnya. Mereka maju dengan segerombolan.
Agung dipaksa mundur. Namun ia bergerak cepat menuju Zara. Ia harus melindungi gadis itu.
Telat. Handphone Agung kini berada di tangan lelaki yang hendak menyerang Zara. Ia sudah menjatuhkan Zara begitupun dengan motor Agung.
"Motor gue."
Jujur Zara ingin rasanya menjitak Agung atau menjambak lelaki itu sekarang juga.
Namun niatnya batal. Seorang lelaki bertubuh tinggi memegang leher Zara. Mengangkat tubuh Zara hingga Zara tak lagi menapak ke tanah. Zara kesulitan bernafas sampai ia terbatuk-batuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sederas Hujan
Teen FictionSederas Hujan, terlalu banyak aku terjatuh. Namun aku tak setegar hujan yang memberikan kehidupan meski jatuh berkali-kali. Bisakah aku bangkit? Bahkan bernafas pun sulit. Sungguh takdir membuat mereka keliru dengan skenario-Nya. Bahkan untuk yang...